Monday, July 18, 2016

Si Gemuk dan Si Kurus


“Sebaik-baik urusan adalah yang pertengahan,
tidak sedikit, dan tidak berlebihan”
(pepatah)


Alkisah Si Gemuk dan Si Kurus sedang dalam perjalanan menuju ke pasar. Keduanya berjalan beriringan dengan langkah yang lambat-lambat. Pasar yang dituju masih setengah jam perjalanan. Si Kurus yang tampak mulai bosan, sesekali mengomel pada Si Gemuk.

“Woy, Muk, bisa lebih cepat tidak? Jalanmu sudah seperti keong di sawah saja.”
Si Gemuk diam saja. Nafasnya masih terengah-engah. Kedua tangannya sibuk menyeka peluh di dahinya.

“Ini sudah kecepatan penuh. Bisa saja aku memaksakan diri, tapi setengah perjalanan dari sini, kau harus menggendongku.”

Si Kurus menggelengkan kepala kemudian menghela napas panjang. Si Gemuk berjalan gontai. Langkah kakinya melambat.

“Kamu beruntung, Rus. Badanmu ringan. Kamu tidak akan mudah letih seperti diriku.”

“Wah, jangan salah. Begini-begini aku juga bisa capek kalau terus-terusan berjalan lambat sepertimu. Kenapa tidak kau percepat saja langkahmu, agar kita tidak keburu pingsan sebelum tiba di pasar.”

Si Gemuk menggelengkan kepala. “Ngomong-ngomong, aku tidak pernah minta dikasih badan gemuk begini. Mauku sih, badanku tidak segemuk ini. Yang sedang-sedang sajalah.”

“Begitu pun denganku. Aku juga tidak pernah minta dikasih badan kurus kering seperti ini. Kau tahu, wanita sekarang lebih doyan pria gemuk?” Wajah Si Kurus mendadak serius. Sementara Si Gemuk malah tersenyum geli.

“Ah, kau mencoba menghiburku?”

“Tentu saja tidak. Aku serius. Sudah beberapa kali aku mengamati, dan mensurvei kebanyakan wanita sekarang suka dengan pria yang badannya berisi.”

“Berisi dompetnya maksudmu?”

Kedua orang itu tertawa lepas.

“Mungkin kau benar, wanita suka pria yang berisi. Tapi bukan pria yang terlalu gemuk sepertiku.” Si Gemuk menepuk-nepuk perutnya.

“Hmm…enak juga jadi gemuk sepertimu, Muk. Tenagamu jauh lebih kuat dalam hal angkat-angkut. Sementara aku, mengangkat segalon air saja sudah kewalahan.”

“Memang. Tapi orang gemuk tidak bisa sembarangan makan. Orang gemuk harus pilih-pilih makanan. Kalau salah pilih, bisa-bisa kita malah menimbun penyakit. Kau lebih santai karena bisa makan apapun tanpa perlu khawatir terkena penyakit macam-macam. Stroke lah, darah tinggi, kanker, dan sejenisnya.”

“Memang, tapi, meski aku merasa sudah banyak makan, badanku tak kunjung gemuk juga. Aku juga kesulitan mencari baju yang cocok denganku. Baju-baju yang dijual di pasar terlalu besar. Aku sering kedoodran memakainya. Kau tahu, aku jadi mirip layang-layang saat angin kencang bertiup.”

“Haha…ya tentu saja. Orang-orang berpikir kau akan terbang dihempas angin jika memakai baju yang tidak pas ukurannya.”

Si Kurus terkekeh. “Ngomong-ngomong, mungkin kau perlu obat cacing, Rus. Orang kurus sepertimu bisa jadi model iklan obat cacing terkenal. Kalau mau laku, aku bisa meminta petugas dinas kesehatan untuk menambahkan fotomu di pojok banner dengan tulisan “Berantas Cacingan!

Sekali lagi, Si Kurus terkekeh. “Imajinasimu terlalu liar, Muk. Siapa pula yang akan membayar model ‘sapu lidi’. Aku malah sudah lupa dengan obat cacing. Saat bocah, aku pernah dipaksa meminumnya. Meski sudah meminumnya, badanku tetap tidak gemuk-gemuk juga.”

Sejenak, suasana menjadi hening. Desir angin membelai pohon jati yang tumbuh di sepanjang jalan. Beberapa daun jati tampak berguguran memenuhi ruas-ruas jalan yang berdebu.

“Jadi, semua orang punya masalahnya masing-masing, Rus?”

“Maksudmu? Dalam hal apa?”

“Maksudku seperti yang kita bicarakan barusan, orang gemuk punya masalahnya sendiri, dan orang kurus juga punya masalahnya sendiri.”

“Ya, tentu saja begitu. Masalah membuktikan bahwa kita ini hidup. Satu-satunya tempat di dunia yang tidak ada masalah cuma kuburan.“

Si Gemuk menenggak botol minuman yang diselipkan di tas kecilnya. Ia menawarkan botol minuman itu pada Si Kurus.

“Karena hidup ini banyak masalah, kita dianjurkan untuk saling menolong, bukan saling menghina, mencaci, dan merendahkan kelemahan masing-masing.”

“Bijak sekali kau, Muk. Kupikir kau berpikiran sempit seperti orang-orang kebanyakan.”

“Sepertinya mereka perlu diajar etika dan empati.”

“Menurutku, itu tidak akan mudah, sampai mereka menyadari kelemahannya sendiri.”

Si Gemuk mengangguk, mengamini kata-kata Si Kurus. Pasar yang mereka tuju sudah nampak di hadapan mereka.[]
July 18, 2016Benny Prastawa