Tuesday, August 1, 2017

Superhero di Pinggir Jalan

"Tak perlu topeng untuk menjadi seorang superhero.
Yang kau butuhkan hanya sebuah uluran tangan yang ikhlas,
demi menolong sesama."


Sejak kecil, saya dididik televisi untuk kenal akrab dengan tokoh superhero fiksi seperti BatmanSpidermanKamen RiderPower Rangers, sampai Bima Satria Garuda. Kebanyakan plot cerita superhero tersebut berkisah tentang “kebaikan melawan kejahatan”. Karena masih bocah, saya selalu tertarik mengikuti kisah petualangan para superhero tanpa bosan. Saking nge-fans-nya, saya gemar mengkoleksi beberapa mainan model para tokoh superhero tersebut. Sesekali, saya juga membeli "topeng" untuk kemudian bermain perang-perangan dengan teman dengan berperan sebagai salah satu tokoh superhero.

Saat itu, saya tidak peduli dengan plot cerita superhero yang terlalu fiktif dan mengada-ada. Saya tidak peduli bagaimana bisa seekor lalat alien datang ke bumi untuk kemudian mengacak-acak seisi kota secara membabi buta. Saya juga tidak berpikir mengapa para polisi tidak pernah turun tangan menangkap para monster itu langsung. Alih-alih sekumpulan manusia super berkostum anehlah yang menghajar para monster jahat. Tidak logis memang. Meski begitu, saya tetap asyik menontonnya. Hingga tanpa sadar saya begitu terinspirasi dengan cerita kepahlawanan para superhero.

Jika semasa bocah saya terbiasa menonton tokoh superhero fiksi, setelah beranjak dewasa saya mulai berpikir tentang tokoh superhero yang benar-benar ada di dunia nyata. Saya yakin, bumi yang kita tinggali sebenarnya baik-baik saja. Kita tidak sedang berperang melawan monster jahat atau sekawanan alien barbar yang turun ke bumi dengan pesawat kapsul. Alih-alih, dunia kita dipenuhi oleh banyak superhero. Di mana pun tempatnya dan kapan pun waktunya, ada saja orang-orang yang bisa berperan menjadi superhero. Salah satunya adalah tukang tambal ban di pinggir jalan.

Sejak ditemukannya teknologi ban oleh Dunlop, jasa tukang tambal ban menjadi sangat vital. Setiap saat, sering kita temui para pengendara malang yang mengalami kebocoran ban di tengah jalan. Pada saat itu, tidak sembarang orang bisa mengatasi masalahnya seketika. Diperlukan kecakapan teknik perbengkelan dan seperangkat mesin penambal untuk mengatasi masalah itu. Pada kasus ini, yang kita butuhkan adalah seorang tukang tambal ban.

Bayangkan, suatu hari kita sedang berkendara malam-malam. Tiba-tiba, ban motor kita bocor tertusuk garpu paku. Kita pun panik. Jalanan yang kita lalui sudah mulai lenggang. Penduduk sekitar sudah terlelap di kamar masing-masing. Tukang tambal ban tidak ada yang buka di sana sini. Hanya ada toko berjejaring yang pintunya terbuka 24 jam.

Jika kalian dihadapkan pada situasi seperti itu, apa yang akan kalian lakukan?
  1. Menghubungi kenalan terdekat untuk menjemput kita? Ya, itu sih solusi paling mudah dan praktis. Tapi bagaimana jika tidak ada seorang pun yang bisa menjemput kita karena hari sudah larut malam?
  2. Tetap mengemudikan kendaraan dengan ban bocor? Bisa saja, meski beresiko celaka, apalagi jika jarak ke tempat tujuan masih jauh.
  3. Meminta pemilik toko untuk mengantarkan kita pulang? Bisa saja, tapi saya tidak yakin kalian mau memilih opsi ini.
  4. Membawa motor ke kantor polisi? Ide konyol. Motor kita kan bocor, bukan kena tilang. Buat apa dibawa-bawa ke kantor polisi?
  5. Teriak-teriak meminta tolong sambil berharap diangkut mobil ambulans karena disangka orang gila???
Absurd!

Pada situasi seperti itu, tidak ada yang bisa menolong kita selain tukang tambal ban. Ya, simply, kita cuma butuh tukang tambal ban! Kita tidak bisa pergi ke toko jejaring kemudian membeli pembalut banyak-banyak untuk mengatasi kebocoran ban kita. Kita juga tidak bisa memaksa sembarang orang yang lewat untuk sekadar menambal ban kita. Satu-satunya orang yang kita butuhkan saat itu hanya seorang tukang tambal ban!

Karena itu, terpujilah para tukang tambal ban yang masih buka hingga larut malam. Keberadaan mereka sangat penting untuk menolong para pengendara malang yang mengalami kebocoran ban di tengah jalan. Saking berjasanya, tidak etis jika kita sampai misuh-misuh hanya karena tarif yang para tukang tambal ban tengah malam cenderung lebih mahal. Jika dipikir-pikir, anggap saja "impas" dengan jasa mereka menyelamatkan kendaraan kita.

Dalam tulisan ini, saya tidak sedang membanding-bandingkan profesi. Saya hanya mengajak untuk lebih menghargai profesi orang lain. Umumnya, kita terbiasa menilai suatu profesi berdasarkan besaran gaji atau penghasilan yang diperoleh. Tapi kita tidak bisa naif. Setiap profesi memiliki fungsinya masing-masing. Ibarat sistem pencernaan, setiap profesi di dunia ini ada yang berperan menjadi mulut, lambung, usus, pankreas, anus dan sebagainya. Bayangkan, betapa rusaknya sistem pencernaan kita jika anus itu tidak pernah ada.

Realitanya, manusia adalah makhluk sosial yang membutuhkan sesamanya untuk bertahan hidup. Betapapun kayanya, ktia tetap perlu bantuan orang lain, bahkan sekedar untuk makan. Dari mana kita mendapatkan beras dan segala lauk-pauk jika tidak ada seorang pun yang mau menjadi petani? Bagaimana kita membersihkan seisi kota jika tak ada seorang pun yang menjadi tukang sampah? Bagaimana kita bepergian jika tak ada seorang pun yang mau menjadi buruh pengaspal jalan? Pun bagamana jika ban mobil kita bocor tanpa ada seorang pun yang mau menjadi tukang tambal ban? Bayangkan kekacauan macam apa yang akan terjadi jika tidak ada seorang pun yang mau menjalani profesi-profesi semacam itu.

Dalam konteks profesi tukang tambal ban, kita tidak bisa menilai profesi tersebut hanya berdasarkan tingkat penghasilan yang diperolehnya. Kita tidak bisa naif menilai suatu profesi sedangkal itu. Ada sisi “kemanusiaan” yang bisa kita lihat dalam setiap profesi yang kita jalani. Tak peduli kita seorang guru, dokter, pengacara, polisi, buruh, pedagang, petani, maupun tukang tambal ban. Setiap profesi memiliki peranannya masing-masing dalam sistem kehidupan. Setiap profesi layak mendapat apresiasi selama itu halal dan tidak bertentangan dengan hukum. Karena sebaik-baiknya profesi, adalah profesi yang kita jalani dengan sepenuh keikhlasan dan sepenuh pengabdian. Tak tertolak.

Ada pesepakbola di kota Manchester yang digaji 300 ribu poundterling per minggu (setara dengan sekitar 5,6 milyar rupiah). Padahal kerjaannya pesepakbola itu ngapain sih? Bersih-bersih masjid? Mencangkul sawah? Menanam padi? Sama sekali tidak. Dia digaji karena keterampilannya menggiring bola melewati garis gawang. Sesederhana itu.

Bandingkan dengan sekawanan buruh kasar yang tengah bermandikan peluh mengaspal jalan di tengah terik matahari. Buruh-buruh itu tahu, penghasilan yang diperoleh dari pekerjaannya tidak sebesar pesepakbola di Manchester tadi. Mereka juga tahu jika profesinya boleh jadi tidak sekeren pesepakbola itu. Tapi, dunia ini membutuhkan tenaga mereka. Harus ada seseorang yang ikhlas menjadi buruh pengaspal jalan demi kelancaran transportasi umat manusia. Secanggih apapun kendaraannya, kita tetap membutuhkan jalan yang layak untuk kelancaran laju kendaraan kita.

Begitu juga dengan para tukang tambal ban. Selama peradaban kita mengenal ban dan roda, selama itu pula kita membutuhkan jasa para tukang tambal ban. Setidaknya, sampai para ilmuwan menemukan teknologi yang bisa membuat kita bepergian—tanpa perlu sepasang roda untuk berpijak. Dan bagi saya, para tukang tambal ban di pinggir jalan adalah para superhero yang sebenarnya. []

August 01, 2017Benny Prastawa