Saturday, February 23, 2019

Film Batman Terbaik (2)


The Dark Knight
Gila! Itulah hal pertama yang terbesit di benak saya begitu selesai menonton sekuel kedua dari trilogi Batman karya sutradara Christoper Nolan. Bagaimana tidak? Sebuah film superhero yang biasanya berplot sederhana, ditransformasikan menjadi sebuah film bergenre crime, dibumbui drama percintaan yang tragis, dan dipadu akting psikopat tokoh antagonis peraih Piala Oscar. Tidak heran jika The Dark Knight dinobatkan sebagai salah satu film superhero terbaik sepanjang masa karena berhasil mengubah standar film superhero di kancah perfilman Hollywood.

Setelah sukses mereset karakter Batman di film Batman Begins, otak jenius Nolan kembali bekerja untuk membuat sisi kepahlawanan Batman menjadi lebih terang. Di film yang kedua ini, Nolan mencoba menghadirkan konflik yang jauh lebih rumit dan melibatkan lebih banyak pergolakan batin para tokohnya.

Diceritakan bahwa setelah Batman muncul, kondisi kota Gotham telah berubah. Para penjahat tidak lagi leluasa bergerak karena takut dihajar Batman. Kota Gotham menjadi semakin “tidak ramah penjahat” dengan adanya seorang jaksa muda idealis bernama Harvey Dent. Secara terang-terangan, Dent berdiri melawan para penjahat, mengadili mereka tanpa takut disuap, dan berhasil memenjarakan separuh mafia kota Gotham. Prestasi Dent membuat dirinya dielu-elukan seluruh warga Gotham. Mereka menjuluki Dent sebagai “Ksatria Putih” kota Gotham.

Di sisi lain, Bruce Wayne alias Batman tengah mengalami pergolakan batin yang cukup rumit. Teman masa kecil Bruce, Rachel, adalah sosok yang diharapkan Bruce menjadi kekasihnya. Rachel—yang sudah tahu bahwa Bruce adalah Batman—pernah berkata, “Jika tiba hari di mana Gotham tidak lagi membutuhkan Batman, maka kita bisa hidup bersama”. Bruce berpikir bahwa Gotham sudah tidak lagi membutuhkan Batman karena mereka sudah memiliki Harvey Dent. Menurut Bruce, keberadaan Dent sudah cukup untuk mengatasi para penjahat di kota Gotham. Karenanya, Bruce menunggu Rachel untuk menepati janji yang dulu pernah diucapkannya.

Bruce tidak sadar jika Rachel sudah menjalin hubungan dengan Harvey Dent. Berbeda dengan Bruce, Rachel berpikir bahwa Gotham tetap membutuhkan Batman karena para penjahat dan pemimpin mafia masih banyak yang berkeliaran. Karena itu, Rachel merasa memiliki pembenaran untuk membiarkan Bruce menjalankan perannya sebagai Batman. Ia tidak ingin urusan pribadinya membebani Bruce selama menjadi sosok Batman.

Pemikiran Rachel tidak keliru. Para mafia di kota Gotham memang belum habis. Meski separuh lebih anggotanya berhasil dipenjarakan Harvey Dent, komplotan mafia yang tersisa bekerja sama untuk kembali menguasai kota Gotham. Demi mencapai tujuan tersebut, mereka berencana melenyapkan Batman. Para komplotan mafia meminta bantuan seorang pria misterius bernama Joker. Tidak ada seorang pun yang menyadari bahwa Joker adalah seorang psikopat berbahaya yang sangat kejam. Joker inilah yang nantinya mendalangi semua kerusuhan dan pembantaian di kota Gotham.

Berbeda dengan penjahat pada umumnya, Joker tidak melakukan aksi kriminal demi mendapatkan uang atau kekuasaan. Joker memiliki mentalitas seorang penjahat murni yang melakukan kejahatan semata-mata karena ingin melihat dunia menjadi kacau. Setelah mengetahui keberadaan Batman di kota Gotham, hal pertama yang Joker lakukan adalah memancing Batman untuk mengungkapkan identitasnya. Joker pun mulai memprovokasi Batman dengan cara menghabisi para polisi, hakim, jaksa, dan beberapa warga sipil Gotham.

Melihat kebrutalan Joker, Bruce Wayne alias Batman berencana mengungkapkan identitasnya pada warga Gotham. Bruce merasa bersalah karena keberadaan Batman justru menjadi penyebab terbantainya warga Gotham. Akan tetapi, dalam sebuah konferensi pers, tiba-tiba saja Dent mengaku bahwa dirinya adalah Batman. Dent bahkan terang-terangan meminta Joker untuk menangkapnya. Kenekatan Dent membuat Bruce alias Batman (yang asli) harus melindunginya karena Joker sudah pasti mengincar nyawa Dent untuk dihabisi.

Malam berikutnya, Joker menyerang iring-iringan mobil yang membawa Harvey Dent. Dengan bantuan anak buahnya, Joker menembaki iring-iringan mobil tersebut tanpa ampun. Tentu saja Batman tidak tinggal diam. Rencana Joker sudah diprediksi sebelumnya oleh Batman. Batman pun segera bergerak dan menghadang Joker. Pertempuran Joker dan Batman tak terhindarkan lagi. Dalam pertempuran itu, Joker berhasil dipojokkan dan digiring ke kantor polisi Gotham.

Sesampainya di kantor polisi, Joker diinterogasi oleh Batman. Selama proses interogasi, Joker dipaksa untuk mengatakan perihal rencana jahatnya. Joker malah ngoceh panjang lebar sambil mempermainkan Batman. Batman pun terpaksa menghajar Joker agar mau membuka mulut. Di akhir interogasi, Joker mengatakan bahwa komplotannya telah berhasil menyuap oknum polisi untuk menculik Harvey Dent dan—Rachel. Nama terakhir yang disebut Joker membuat Batman kalap. Emosi Batman semakin meledak-ledak setelah Joker mengatakan bahwa di lokasi penyekapan telah dipasang sejumlah bom. Tanpa pikir panjang, Batman pun bergegas menyelamatkan Rachel.

Akan tetapi, semuanya sudah terlambat. Sebelum sampai di lokasi penyekapan, bom yang dipasang Joker meledak. Rachel tewas, sementara Harvey Dent menderita luka bakar parah di bagian wajahnya. Sementara Batman—sebagai Bruce Wayne—ia sangat terpukul oleh insiden itu. Bagaimanapun  Rachel adalah teman masa kecilnya. Sebagai anak tunggal, Bruce sering kesepian karena tidak memiliki teman bermain di rumah. Rachel mengisi kekosongan itu dan sesekali dolan bersama Bruce. Ketika beranjak dewasa, sangat wajar jika Bruce menginginkan teman masa kecilnya itu menjadi pendamping hidupnya. Begitu mendapati Rachel menjadi korban kebrutalan Joker, Bruce merasa bersalah—sama seperti ketika orangtuanya ditembak perampok.

Kematian Rachel sempat memadamkan semangat Bruce untuk menjadi sosok Batman. Bruce berpikir, sudah terlalu banyak korban berjatuhan akibat keberadaan Batman. Jika Batman tidak ada, boleh jadi situasinya akan membaik—setidaknya meminimalisir korban jiwa. Tapi pelayan setia keluarga Wayne yang bernama Alfred menyadarkan Bruce. Alfred bercerita tentang pengalaman militernya dulu ketika menghadapi sekawanan perampok di hutan Myanmar. Alfred mengibaratkan Joker seperti sekawanan perampok itu—kumpulan psikopat yang melakukan kejahatan hanya untuk melihat dunia menjadi kacau. Orang-orang seperti Joker tidak boleh dibiarkan. Perlahan, semangat Bruce untuk kembali menjadi Batman membara.

Berbeda dengan Bruce, Harvey Dent tidak memiliki sosok penyemangat seperti Alfred. Dirinya tumbuh besar sebagai bocah yatim-piatu yang sempat menjalani kerasnya himpitan ekonomi. Kematian Rachel mengubah total perangai Dent. Joker yang tahu Dent masih hidup, mendatangi Dent di rumah sakit kota Gotham. Joker memprovokasi dan berhasil menggugah sisi gelap Dent. Diam-diam, Dent pun berubah. Harvey Dent bukan lagi Ksatria Putih kota Gotham seperti dulu.

Teror Joker ternyata mampu mengintimidasi warga Gotham. Warga Gotham beramai-ramai ingin pindah karena merasa kotanya sudah tidak aman lagi. Pelabuhan kota Gotham mendadak dibanjiri calon penumpang yang tidak lain adalah warga Gotham yang ingin meninggalkan kota itu. Tanpa mereka sadari, Joker sudah punya rencana jahat lain bagi warga Gotham. Joker telah  memasang dua bom di kapal yang mengangkut warga Gotham. Bom yang satu dipasang di kapal yang membawa warga Gotham biasa. Sedangkan bom yang satunya dipasang di kapal yang mengangkut para penjahat dari penjara. Masing-masing kapal juga sudah dilengkapi dengan alat pemicu bom. Begitu Joker memberitahu keberadaan bom dan alat pemicunya, timbul pergolakan sengit di antara warga Gotham di kapal yang satu, dengan para penjahat di kapal yang lainnya. Masing-masing berpikir untuk saling meledakkan kapal yang lain.

Sementara itu, Bruce yang telah kembali mengenakan jubah Batmannya berencana membuat perhitungan dengan Joker. Dengan bantuan teknologi radar ciptaan Lucius Fox, Batman bisa menemukan markas Joker dengan mudah. Satu per satu anak buah Joker dilumpuhkan. Sampai akhirnya, Batman bertatap muka langsung dengan Joker. Keduanya segera terlibat pertarungan sengit. Meski begitu, dengan kecanggihan senjatanya, Batman tidak mendapat kesulitan berarti untuk mengalahkan Joker. Joker malah tertawa gembira ketika Batman berhasil menangkapnya. Secara terang-terangan, Joker mengaku bahwa dirinya tidak berniat untuk memenangi adu jotos dengan Batman. Sejak awal Joker tahu dirinya tidak akan mungkin memenangi duel fisik dengan Batman. Karena itu, Joker hanya menciptakan “kondisi tertentu” yang bisa memprovokasi dan menghancurkan lawan-lawannya.

Joker pun berbicara panjang lebar tentang rencana jahatnya bagi warga Gotham di kapal penumpang. Dengan penuh keyakinan, Joker memprediksi bahwa tengah malam nanti warga Gotham di kapal akan saling meledakkan satu sama lain. Masing-masing kapal sudah dilengkapi dengan alat pemicu bom. Penumpang yang ingin meledakkan kapal yang lain hanya perlu menekan tombol pada alat pemicunya saja. Batman terkejut mendengar rencana Joker. Tapi, saat itu, Batman tidak bisa melakukan apapun karena sedang berada jauh dari kapal-kapal yang membawa bom.

Dugaan Joker meleset. Tidak ada seorang pun yang berani menekan alat pemicu bom. Warga Gotham biasa maupun para penjahat sama-sama mengurungkan niat untuk saling meledakkan satu sama lain. Setetes nurani dan belas kasih telah menyelamatkan warga Gotham dari potensi kehancuran yang mengerikan. Batman pun menyebut Joker keliru dalam menilai rasa kemanusiaan warga Gotham.

Sekali lagi, Joker tertawa lepas. Ia berkata bahwa permainannya belum selesai. Joker pun menyebut-nyebut soal “Ksatria Putih” kota Gotham. Dari gelagat Joker, Batman segera teringat pada Harvey Dent.

Joker benar-benar tampil sebagai seorang mastermind kejahatan layaknya Jim Moriarty—musuh bebuyutan Sherlock Holmes. Rencana jahatnya tidak pernah bisa diprediksi. Setiap kali satu rencana gagal, rencana yang lain telah siap beranak-pinak. Kematian Rachel dimanfaatkan Joker untuk memprovokasi Harvey Dent. Tanpa Batman sadari, ketika ia bertarung dengan Joker, Dent tengah sibuk membantai para polisi yang diduga terlibat dalam penculikan Rachel. Dan orang terakhir yang akan Dent habisi adalah rekan Batman di kepolisian—Komisaris Gordon.

Begitu menemukan lokasi Dent, Batman mendapatinya sedang menyekap keluarga Komisaris Gordon. Anak laki-laki Gordon disandera dengan todongan pistol. Dent mengancam akan menembak anak tersebut sebagai pembalasan atas kematian Rachel. Menurut Dent, Gordon adalah orang yang paling bertanggung jawab atas kematian Rachel. Karenanya ia merasa pantas membalas dendam pada keluarga Gordon.

Dent yang kalap sudah siap menarik pelatuk pistolnya. Sementara Gordon memohon belas kasih Dent agar membebaskan anaknya. Tapi, sesaat sebelum pistol meletus, Batman berhasil mendorong Dent hingga terjatuh dari atap gedung. Nyawa anak Gordon berhasil diselamatkan, tapi tidak dengan Dent. Dent tewas dalam insiden itu.

Kematian Dent bisa menimbulkan masalah baru. Sebagai jaksa kota Gotham, kematian Dent akan membuat para penjahat yang ditangkapnya bebas dari tuntutan hukum. Lagi-lagi, kejeniusan Joker harus diakui. Selain berhasil membangkitkan sisi gelap Dent, Joker juga berhasil membuka peluang bagi para penjahat untuk lolos dari jerat hukum.

“Joker tidak boleh menang!” kata Batman dengan geram. Gordon dan Batman pun membuat rencana untuk menutupi kematian Dent. Batman meminta Gordon untuk memberitahu polisi bahwa Batmanlah yang membunuh Harvey Dent. Langkah itu perlu dilakukan agar tindakan Dent membantai beberapa orang polisi bisa tersamarkan. Batman tidak keberatan menanggung kesalahan Dent. Bagaimanapun, Dent pernah menjadi pahlawan bagi kota Gotham meski pada akhirnya—karena provokasi Joker—Dent berubah menjadi monster yang mengerikan. Karenanya, Batman merasa perlu menyelamatkan sisi kepahlawanan Dent. Tak mengapa dirinya harus menjalani kehidupan sebagai buronan polisi dan dimusuhi seluruh warga Gotham. Batman sudah siap dengan segala resikonya. Bagi Batman, ada nilai-nilai keadilan dan kepahlawanan yang lebih penting untuk diselamatkan.

*** 

Saya harus menonton The Dark Knight beberapa kali untuk bisa memahami kelindan konflik-konfliknya. Untuk ukuran film superhero, The Dark Knight menyajikan muatan plot cerita yang sangat kompleks. Sosok Joker yang diperankan mendiang Heath Ledger memang sangat menonjol dalam fim ini. Totalitas aktingnya sangat, sangat, layak diganjar Piala Oscar. Meski begitu, Nolan tidak lupa untuk tetap memprioritaskan sisi kepahlawanan Batman sebagai protagonis utama.

Di akhir film, penonton bisa menyimpulkan bagaimana Batman rela menjadi buronan polisi dan dibenci seluruh warga Gotham demi melindungi nama baik Harvey Dent. Padahal, Batman sendiri adalah sosok yang telah banyak berjasa bagi kota Gotham. Tapi Batman tidak peduli dengan nama baik dan citra dirinya. Secara heroik, Batman rela menanggung kesalahan Dent demi memperjuangkan nilai-nilai kebenaran.

Seperti dalam film Batman Begins, sosok Batman dalam The Dark Knight tetap konsisten ditampilkan secara manusiawi. Batman alias Bruce Wayne juga dapat merasakan sedih dan terpukul atas kematian Rachel—satu-satunya wanita yang pernah berjanji akan mendampinginya jika kelak Gotham tidak lagi membutuhkan Batman. Yang menyesakkan, sebenarnya Rachel telah memilih untuk menikahi Harvey Dent. Rachel berencana memberitahu Bruce tentang hal itu lewat sepucuk surat. Surat itu dititipkannya kepada Alfred—pelayan keluarga Wayne. Tapi ternyata, sebelum Bruce membuka surat itu, Rachel sudah lebih dulu tewas.

Demi menjaga perasaan Bruce, Alfred—yang sudah membaca isi surat dari Rachel—terpaksa menyimpan surat tersebut. Hingga akhir film, surat itu tidak pernah sampai di tangan Bruce. Tindakan Alfred menyembunyikan surat Rachel membuat Bruce tetap fokus memerangi Joker. Andai Bruce sudah membaca surat Rachel, padahal sehari sesudahnya Rachel tewas, entah seperti apa pergolakan batin di benak Bruce. Boleh jadi, semangat Bruce untuk menegakkan keadilan sebagai Batman akan segera padam.

Nolan memang jenius. Sebuah film yang sarat adegan kriminal, dipermanis dengan sisipan kisah roman yang tragis dan mengharu biru. Hal itulah yang menjadi salah satu poin lebih dari The Dark Knight karena konsisten menampilkan sosok superhero yang sangat manusiawi. Di balik kostum hitamnya, Batman tetaplah seorang bocah bernama Bruce Wayne yang merindukan sentuhan lembut kasih sayang.

Bagi saya, The Dark Knight bukanlah sebuah film superhero. The Dark Knight memang berkisah tentang kepahlawanan Batman. Tapi, lebih dari itu, The Dark Knight menunjukkan potret masyarakat yang tengah berjuang menjaga nilai-nilai keadilan, kemanusiaan, dan kebajikan di tengah kehidupan kota yang sarat kriminalitas dan kebobrokan moral. Karenanya, saya pikir tidak akan ada yang keberatan jika The Dark Knight sangat, sangat, layak ditasbihkan sebagai salah satu film superhro terbaik yang pernah dibuat.[]
February 23, 2019Benny Prastawa

Friday, February 22, 2019

Film Batman Terbaik (1)


Ketika film Batman Begins dirilis tahun 2005, saya masih duduk di bangku SMP. Berhubung di kota saya tidak ada bioskop dan DVD-nya pun tidak beredar, saya tidak bisa menonton film itu pada saat pertama kali ditayangkan. Saya bahkan tidak tahu apapun tentang film itu sebelumnya. Begitu pula ketika sekuelnya—The Dark Knight—dirilis tahun 2008 (saya masih SMA), saya tidak tahu-menahu. Saat itu, wawasan saya tentang film superhero terbatas pada tokoh-tokoh yang sering ditayangkan di TV lokal, seperti Superman, Spiderman dan Batman (versi aktor lawas: Val Kilmer dan George Clooney). Saya baru tahu film Batman Begins dan The Dark Knight saat kuliah. Kenyataan yang sedikit mengecewakan karena setelah saya menonton kedua film Batman tersebut, penilaian saya terhadap film superhero berubah total.

Batman Begins dan The Dark Knight adalah sebuah masterpiece hasil kejeniusan sutradara Christoper Nolan. Sebenarnya, ada sekuel ketiga yang berjudul The Dark Knight Rises. Tapi saya pribadi hanya ngeh dengan dua sekuel pertamanya saja. Alasannya, dalam opini saya, terdapat perbedaan kualitas cerita yang terpaut jauh antara dua film yang pertama dengan sekuel yang ketiga. Tentu saja, ini hanya opini saya sebagai penonton awam, bukan sebagai kritikus film. Semua yang saya tulis murni berdasarkan pandangan subjektif saya tentang film tersebut. Jadi, tulisan ini hanya akan membahas dua film Batman garapan Christoper Nolan, yakni Batman Begins dan The Dark Knight.

Batman Begins
Dalam film-film Batman sebelumnya, tidak pernah dijelaskan darimana dan bagaimana Bruce Wayne alias Batman mendapatkan segala atribut tempurnya. Setiap kali saya menonton film Batman, saya mengira Batman memang sudah dari sononya memiliki kostum dan senjata-senjata canggih—termasuk kendaraan kerennya seperti The Tumbler dan Batpod. Tapi di film Batman Begins, awal mula terciptanya Batman diceritakan secara utuh. Potongan-potongan kejadian yang membentuk Bruce Wayne menjadi seorang Batman, mulai dari kematian orangtuanya yang tragis, usahanya memahami dunia para penjahat, sampai asal-usul senjata-senjatanya yang serba canggih, diceritakan secara runtut oleh Christoper Nolan. Ini adalah alasan pertama mengapa saya menyebut Nolan sebagai seorang jenius—karena sebagai sutradara dia selalu memiliki pemikiran nyentrik yang out of the box.

Batman versi Nolan benar-benar ditampilkan semanusiawi mungkin. Jadi Batman bukan sesosok superhero yang overpowerful, melainkan sosok manusia biasa yang bisa mengalami pergolakan batin yang rumit. Di awal-awal film, diceritakan bagaimana Bruce Wayne alias Batman (yang masih bocah) merasa sangat bersalah atas kematian orangtuanya. Saat itu, Bruce kecil diajak menonton pertunjukan opera oleh orangtuanya. Di tengah pertunjukan, Bruce mendadak merasa ketakutan karena kostum kelelawar yang dipakai para aktor opera. Bruce pun meminta untuk pulang saja. Demi melihat wajah anaknya yang pucat karena takut, orangtua Bruce tidak keberatan. Dalam perjalanan pulang, keluarga Bruce dihadang seorang perampok yang kalap. Entah karena gugup atau takut kepergok polisi, si perampok menembak kedua orangtua Bruce. Bruce kecil pun harus menerima kenyataan pahit—melihat kematian tragis kedua orangtuanya di depan mata kepalanya sendiri. Peristiwa itu meninggalkan luka yang teramat dalam bagi Bruce. Sampai dirinya beranjak dewasa, Bruce selalu berpikir bahwa dirinya adalah penyebab kematian orangtuanya. “Andai saat itu aku tidak meminta untuk pulang, kedua orangtuaku pasti masih hidup sekarang,” begitu pikir Bruce.

Rasa bersalah Bruce bercampur dengan kemarahan dan dendam kesumat pada si perampok. Bruce tidak habis pikir, mengapa si perampok tega menghabisi orangtuanya. Padahal ayahnya sudah menyodorkan dompet dan semua barang yang diinginkan si perampok. Terlebih lagi, orangtua Bruce sudah banyak berjasa dalam pembangunan kota Gotham, seperti dengan membangun monorail dan menyediakan air bersih bagi warga Gotham. Bruce benar-benar tidak habis pikir. Keinginan untuk membalas dendam pun bergejolak di dalam benak Bruce, hingga dirinya beranjak dewasa.

Pada hari ketika si perampok akan disidang, Bruce sudah menyiapkan selongsong pistol untuk menghabisi si perampok. Begitu persidangan usai, Bruce menunggu kesempatan untuk menarik pelatuk pistolnya. Tapi, Bruce merasa bimbang. Ada pertentangan batin yang menahan dirinya untuk menembak. Sampai akhirnya, ketika si perampok digiring ke luar pengadilan, seorang laki-laki misterius muncul dari kerumunan dan langsung menembak mati si perampok. Bruce hanya bisa tertegun melihat kejadian itu.

Bruce pun diantar pulang oleh teman masa kecilnya, Rachel. Di tengah perjalanan, Rachel melihat pistol yang dibawa Bruce. Rachel sangat marah dan menampar Bruce. Dia menyebut Bruce sangat naif karena hanya memikirkan soal balas dendam. “Orangtuamu pasti akan sangat malu melihatmu,” kata Rachel.

Sejak kejadian itu, Bruce memilih kabur dan menghilang dari kota Gotham. Bruce menjelajahi pelosok negeri untuk memahami dunia penjahat. Bruce mengawalinya dengan mencoba menjadi pencuri. Tidak tanggung-tanggung, Bruce sampai bergabung dengan salah satu sindikat pencuri di Cina. Karena ulahnya, Bruce sempat mendekam di penjara. Di penjara inilah Bruce bertemu dengan seorang pria yang mengaku utusan R’as Al-Ghul, pemimpin organisasi rahasia bernama “Liga Bayangan”. Utusan R’as Al-Ghul tersebut menawari Bruce untuk bergabung dengan Liga Bayangan yang menurutnya selalu berupaya menegakkan keadilan di muka bumi. Bruce tertarik mendengar tawaran itu.

Begitu Bruce bebas dari penjara, Bruce segera menuju tempat R’as Al-Ghul dan bergabung menjadi anggota Liga Bayangan. Di tempat R’as Al-Ghul, Bruce diajari banyak keahlian bela diri, termasuk keahlian untuk “menghilang” seperti ninja. Hal ini kelak menjelaskan asal muasal keahlian bela diri Batman yang sangat hebat. Selain belajar bela diri, Bruce juga belajar menghilangkan trauma dan perasaan bersalah atas kematian orangtuanya. Setelah berhasil, Bruce dinilai sudah pantas untuk maju ke medan tempur demi menegakkan keadilan bersama Liga Bayangan.

Akan tetapi, ada perbedaan yang mendasar antara “keadilan” versi Bruce Wayne dan “keadilan” versi R’as Al-Ghul. Di mata Bruce, keadilan bisa tetap ditegakkan tanpa harus membunuh atau memusnahkan sebuah peradaban. Sedangkan R’as Al-Ghul berpandangan sebaliknya, bahwa keadilan bisa ditegakkan dengan jalan kekerasan bahkan jika perlu memusnahkan sebuah peradaban. Dalam hal ini, Gotham—kota yang Bruce tinggali—termasuk salah satu tempat yang peradabannya harus dihancurkan karena penuh dengan kebejatan moral dan perilaku korup para pejabat pemerintahnya.

Perbedaan itulah yang mendorong Bruce untuk melawan balik R’as Al-Ghul dan keluar dari Liga Bayangan. Dalam sebuah perkelahian sengit dengan R’as Al-Ghul, Bruce berhasil menghancurkan markas R’as Al-Ghul dan meloloskan diri dari sana. Sementara R’as Al-Ghul tertimpa reruntuhan markasnya sendiri.

Setelah lolos dari markas R’as Al-Ghul, Bruce kembali ke rumahnya di kota Gotham. Ia mendapati kebusukan di kotanya tidak berubah. Para pejabat pemerintah masih gemar berlaku korup. Polisi-polisi berkongkalingkong dengan para pengedar narkoba. Hakim-hakim tidak risih menerima suap sehingga para penjahat bebas berkeliaran. Bruce merasa harus melakukan sesuatu untuk menghindarkan kotanya dari kerusakan yang lebih parah.

Dengan bantuan Lucius Fox—teman mendiang ayahnya—Bruce pun menciptakan sosok Batman. Lucius membantu Bruce dalam membuat kostum, senjata, dan berbagai kendaraan canggih untuk Batman. Pada malam hari, Batman menebar teror bagi para penjahat. Dengan dibantu salah satu anggota polisi yang anti-korup bernama Jim Gordon, satu per satu penjahat kelas kakap berhasil diringkus. Para pejabat, polisi, dan para hakim yang korup turut segan menghadapi Batman. Selama beberapa waktu lamanya, kondisi kota Gotham berubah menjadi lebih aman berkat adanya sosok Batman.

***

Dalam pandangan subjektif saya, kota metropolis seperti Gotham adalah realita yang terjadi di mana-mana. Gotham adalah potret kehidupan sebuah kota di mana orang-orang baik terbungkam karena tidak kuasa melawan derasnya kejahatan yang merajalela. Para penjahat dan mafia bebas berkeliaran dan meresahkan masyarakat. Sedangkan para pejabat dan aparat penegak hukum diam-diam malah tunduk dan berkongkalingkong dengan para mafia, alih-alih berdiri tegak melawannya. Akibatnya, kehidupan kota Gotham membusuk. Ketimpangan ekonomi merajalela. Angka kriminalitas pun meningkat tajam.

Akan tetapi, seperti teratai yang tumbuh indah di tengah sungai berlumpur, ada saja segelintir orang yang tetap berpegang teguh pada nilai-nilai kebajikan dan keadilan meski kehidupan kota Gotham membusuk. Teman masa kecil Bruce, Rachel, yang bekerja di kejaksaan tidak pernah mau menerima suap dari siapapun. Begitu juga dengan polisi anti-korup, Jim Gordon, tidak mau ikut-ikutan berkongkalingkong menikmati narkoba meski sebagian rekannya di kepolisian melakukannya. Bapak Walikota Gotham juga masih setia pada nilai-nilai kebenaran, meski harus menjadi korban kebrutalan para mafia yang menguasai kotanya. Keberadaan orang-orang baik seperti mereka nyatanya tidak mendapat dukungan penuh dari warga Gotham. Orang-orang baik tidak kuasa melawan derasnya arus kejahatan dan lebih memilih diam melihat kondisi Gotham memburuk. Sampai akhirnya Bruce Wayne, dengan segala sumber daya yang dimiliki menciptakan sosok Batman dan berdiri tegak memerangi kejahatan.

Film Batman Begins mampu menyajikan gambaran sebuah kota yang sarat kriminalitas dengan realistis. Film tersebut juga mampu menampilkan sosok Batman sebagai “simbol” perlawanan bagi kejahatan yang merajalela. Dengan heroik, Batman memberikan napas bagi orang-orang yang berdiri tegak melawan segala bentuk ketidakadilan. Selain itu, Batman versi Nolan dapat menampilkan sosok Batman yang sangat manusiawi, tidak overpowerful, dan tidak gampangan membunuh musuh-musuhnya. Bahkan sepanjang film Batman Begins, kita tidak akan melihat sosok Batman yang membunuh para penjahat. Batman hanya melumpuhkan para penjahat dan membiarkan polisi yang meringkus mereka. Karenanya, sisi kepahlawanan Batman versi Nolan ini tampak sangat menonjol.

Kelebihan lain film Batman versi Nolan adalah jalinan ceritanya yang runtut. Penonton awam seperti saya tidak akan dibuat bingung dengan asal-usul senjata canggih dan segala atribut tempur Batman. Semuanya dijelaskan sejak awal mula film dengan narasi yang memukau. Hal ini berbeda dengan film-film superhero lain yang cenderung dadakan dan terlalu fiktif dalam membangun identitas superheronya. Spiderman digigit laba-laba, Hulk terkena radiasi sinar gamma, X-Men mengalami mutasi genetik yang (sangat) tidak ilmiah, bahkan Superman malah sudah memiliki kekuatan super sejak lahir. Film-film Batman sebelumnya juga tidak menceritakan asal usul Batman sedetail Batman versi Nolan. Tahu-tahu Batman sudah kelayapan malam-malam menghajar para penjahat sambil petentang-petenteng naik Batpod.

Tidak heran jika Batman Begins menjadi salah satu film superhero terbaik yang pernah ada karena mampu menghadirkan sosok Batman yang heroik sekaligus manusiawi dalam narasi yang cukup masuk akal. Dengan semua kelebihan tersebut, standar saya terhadap film superhero berubah total. Hingga hari ini, Batman Begins masih menjadi salah satu film superhero terbaik versi saya—berdampingan dengan Spiderman 2 karya sutradara Sam Raimi. Jika ada film superhero yang lebih baik, itu adalah sekuel kedua Batman versi Nolan yang berjudul: The Dark Knight.[]

lanjut ke sini.
February 22, 2019Benny Prastawa

Tentang #backDate



Postingan kali ini sekedar untuk menginformasikan tentang hastag “backDate” yang beberapa kali saya pakai dalam blog ini. Well, karena platform blog berbeda dengan instagram atau twitter, tentu saja saya tidak memasang hastag untuk mendulang dukungan followers atau menjadi mesin buzer bagi pihak tertentu. Jadi hastag “backDate” tidak ada kaitannya dengan pihak-pihak tertentu.

Hastag “backDate” hanya sebuah caption tambahan untuk setiap postingan yang saya ulik-ulik tanggal terbitnya. Jika kalian pernah memakai Wordpress, kalian pasti tidak asing dengan istilah “backdate”. Saya hanya meminjam istilahnya saja. Lalu untuk apa sebenarnya hastag “backDate” di blog ini? Secara sederhana, hastag “backDate” yang saya pakai di blog ini adalah semacam caption atau keterangan tambahan untuk setiap tulisan yang saya atur tanggal penerbitannya karena terlambat diposting.

Sebagai informasi awal, dalam menghidupi blog ini, saya tidak bisa selalu rutin memposting tulisan begitu selesai diketik. Beberapa tulisan malah terbengkalai, mangkrak, mengendap di folder tanpa pernah terselesaikan. Begitu saya memiliki sedikit lebih banyak waktu luang dan mood ngeblog lagi, barulah saya menyelesaikan tulisan-tulisan yang belum selesai tadi, kemudian saya posting di blog.

Nah, karena saya bisa hiatus sampai berbulan-bulan lamanya, ada jarak waktu yang sangat jauh antara postingan terakhir dengan yang terbaru. Jadi, saya sengaja mengatur tanggal posting untuk artikel yang terlambat diposting tadi. Saya pikir hal ini penting dilakukan agar archives blog ini lebih tertata dan nyaman dilihat. Sekali lagi, karena bertambahnya kesibukan, saya sering hiatus ngeblog selama berbulan-bulan. Akibatnya, ada beberapa bulan yang “hilang”pada kolom archives blog ini. Untuk menghindari hal tersebut, saya mengatur tanggal posting di beberapa tulisan yang saya posting.

Jadi, kesimpulannya, hastag “backDate” tidak ada kaitannya dengan buzzer atau pihak-pihak tertentu, nggih. Hastag tersebut hanya untuk menginformasikan bahwa tulisan yang diposting telah saya atur tanggal terbitnya. Saya rasa, saya perlu menuliskan ini agar lebih jujur dan tidak menanggung beban moral—yang seakan-akan membuat saya tampak seperti pembohong. Padahal sekali lagi, saya mengatur tanggal posting untuk menghindari adanya bulan yang hilang di kolom archives (arsip).

Boleh jadi, di lain kesempatan saya akan mencoba fitur pengaturan tanggal untuk memposting tulisan selama beberapa waktu ke depan. Jika tadi saya mengatur tanggal untuk tulisan yang telat terbit, ada kemungkinan saya akan melakukan hal yang sama untuk mengatur tanggal penerbitan artikel yang akan terbit otomatis di masa mendatang. Saya bukan bermaksud memanipulasi, lho ya. Hanya memanfaatkan fasilitas di blog agar archives saya lebih rapi dan tidak ada bulan-bulan yang raib di sana. Yah, apa boleh buat, semua ini juga tidak lepas karena alasan klasik—adanya bejibun kesibukan lain di luar aktivitas ngeblog. Harap maklum adanya.[]