Wednesday, September 1, 2021

Rumus Kerja Keras dan Kekayaan


Apakah kerja keras adalah kunci sukses menuju kekayaan? Tentu saja, YA. Tapi, kerja keras bukan satu-satunya cara.


Ketika kita berbicara tentang kekayaan, ada banyak faktor yang saling mempengaruhi dan ada lebih banyak sudut pandang yang bisa dipakai untuk melihatnya. Kita tidak akan sampai pada pemahaman yang utuh tentang kekayaan jika hanya memakai satu sudut pandang—karena akan kalian temui banyak pertentangan/kontradiksi setelahnya.



Misalnya, jika saya mengatakan kerja keras adalah kunci menuju kekayaan, kalian bisa langsung 'menyangkal' dengan menyodorkan realitas ada banyak orang yang tampak bekerja keras banting-tulang dari subuh hingga larut malam tapi tidak kunjung kaya. Sementara ada segelintir orang yang sepertinya malas-malasan, sering bangun kesiangan, kerja sesukanya, tidak pernah diburu waktu ke kantor, tapi penghasilannya berlipat-lipat digit nol-nya.



Artinya, kerja keras memang bukanlah satu-satunya cara untuk menjadi kaya. Kerja keras harus dipahami sebagai sebuah sikap atau mentalitas yang bisa membuat orang menjadi kaya, bukan sebuah prasyarat mutlak yang jika dikerjakan akan langsung membuat orang menjadi kaya.



Memang ada orang yang kaya raya meski tampaknya bekerja biasa-biasa atau malah terkesan malas-malasan. Tapi, ada lebih banyak orang yang menjadi kaya karena KERJA KERAS—yang telah dilakukannya sebelumnya. Hal terakhir inilah yang sering luput dari perhatian kita.



Kita tidak pernah benar-benar mengikuti perjalanan hidup Si Kaya itu. Kita hanya bisa melihat sisi luar kekayaannya saja. Mungkin dari megah rumahnya, banyak mobilnya, meriah pestanya, frekuensi liburannya, bagus bajunya, montok anak-anaknya, atau atribut kemakmuran lain yang kasat mata.



Kita mungkin mengabaikan fakta, bahwa dulunya, Si Kaya itu juga pernah mengalami fase kerja keras banting-tulang dari pagi hingga malam, sebelum sukses meraih kekayaannya saat ini. Kita hanya tertarik melihat produk akhir kekayaannya, tapi mengabaikan serangkaian proses yang mendahuluinya.



Orang kaya yang memiliki mentalitas kerja keras, akan lebih survive menghadapi perubahan zaman dibanding orang kaya yang malas, yang hanya mengandalkan warisan, keberuntungan, atau ketergantungan pada keahlian orang lain.



Sebagai contoh, ada dua karyawan yang bekerja di sebuah biro jasa wisata, karyawan A dan karyawan B. Keduanya sama-sama memperoleh gaji yang besar karena biro jasa wisata tempat mereka bekerja sangat laris.


Bedanya, karyawan A memiliki keahlian yang lebih unggul dibandingkan karyawan B. Karyawan A juga selalu bekerja keras dan meningkatkan skill-nya dibanding karyawan B yang lebih suka malas-malasan dan bekerja seenaknya. Karyawan B merasa aman dari pemecatan karena pimpinan biro jasa wisata itu masih terhitung saudara ayahnya.



Tiba-tiba, datanglah pandemi COVID-19. Pemerintah memberlakukan pembatasan perjalanan dan lockdown. Mobilitas masyarakat menjadi berkurang. Kegiatan pariwisata lokal dan internasional pun lumpuh seketika.



Biro jasa wisata tadi juga terkena imbasnya lalu mengalami kebangkrutan. Pimpinan biro yang masih saudara ayah karyawan B tidak bisa melakukan apa-apa untuk menyelamatkan bisnisnya. Karyawan A dan karyawan B pun sama-sama kehilangan pekerjaannya.



Di tengah-tengah krisis akibat pandemi, karyawan A menggunakan keahliannya untuk membuka bisnis sendiri dari rumah. Awalnya memang tidak mudah. Tapi, dengan mentalitas kerja keras yang dimiliki, karyawan A sukses membuat bisnisnya berkembang dan membuat kekayaannya bertahan.



Berbeda dengan karyawan B yang gemar bekerja seenaknya. Karena selama ini kekayaannya tidak ditopang oleh keahlian yang cukup, ditambah lagi pendapatannya tertolong oleh unsur nepotisme/ketergantungan pada orang lain, karyawan B kesulitan untuk tetap bertahan di tengah krisis. Mentalitas karyawan B yang enggan bekerja keras, memperkeruh krisis yang dialaminya. Ia pun kesulitan untuk mempertahankan kekayaannya.



Ilustrasi cerita ini hanya gambaran untuk menunjukkan bahwa JANGAN PERNAH MEREMEHKAN KERJA KERAS SIAPAPUN.



Kerja keras memang bukan satu-satunya kunci dan syarat penentu kekayaan. Tapi orang kaya yang tetap mau bekerja keras, lebih mungkin mempertahankan kekayaannya di tengah perubahan zaman yang bagaimanapun juga.



Lebih-lebih, bagi mereka yang merasa belum kaya—kerja keras adalah pilihan paling realistis agar selangkah lebih dekat menuju kekayaan. Kerja keras saja memang belum tentu akan membawa kita pada raihan kekayaan tertentu. Tapi, kerja keras adalah sikap yang jauh lebih terhormat daripada bermalas-malasan.



Terlepas dari semua itu, tidaklah bijak jika kita selalu mengukur nilai kerja keras dari raihan materi atau kekayaan semata. Tidak adil jika kita memandang mereka yang berhasil mengumpulkan lebih banyak uang sebagai orang yang lebih mulia kerja kerasnya. Sementara mereka yang mendapat lebih sedikit uang—meski telah gigih bekerja keras—kita anggap remeh tanpa penghargaan apapun.



Pasti ada balasan terbaik bagi orang-orang yang tetap gigih bekerja keras meski imbal materi yang diterimanya belum sesuai ekspektasi matematisnya. Tentunya, selama kerja keras itu bertujuan positif, ditempuh dengan cara-cara yang baik, dan dilakukan dengan sepenuh keikhlasan.


Semesta menjadi saksi bagi manusia-manusia yang tetap ikhlas bekerja keras. Dan biarkan Tuhan Yang Maha Pemurah yang memberi ganjaran terbaik bagi mereka.[]




-backdate-

September 01, 2021Benny Prastawa