Tuesday, February 14, 2017

Scene Absurd di Upacara Pernikahan

          Mempelai pria sudah bersiap mengucapkan ikrar suci. Dengan muka bersemu merah, seulas senyum tersungging di bibir mempelai wanita. Sang Modin mulai sibuk merapal doa-doa.
          Ketika prosesi itu hampir selesai, dari kejauhan, seorang wanita nampak berlari tergopoh-gopoh. Tubuhnya bermandikan peluh layaknya pelari Jamaika yang mengkilat. Sambil melambaikan tangan, wanita itu terus berlari. Sesaat kemudian, belahan mulutnya terbuka dan wanita itu mulai berteriak:

          “Tungguuuuu..........!!!!”

          Dan acara pernikahan pun bubar seketika.

          -TAMAT-

***

Familiar dengan scene film atau plot novel seperti ilustrasi di atas? Ya, saya sudah beberapa kali mendapati film atau drama roman yang beralur seperti itu. Jika harus menyebut merk, setidaknya ada tiga film yang masih membekas dalam ingatan saya: Spiderman 2 (versi Tobey McGuire), 3 Idiot, dan Dealova.

Saya tidak tahu apakah ini semacam konspirasi agar si tokoh utama tidak perlu menikah dalam film? Kita tahu, ada banyak film di mana tokoh utamanya tidak memiliki status pernikahan yang jelas.

Jadi, saya berasumsi, kegagalan pernikahan si tokoh utama menjadikan jalan cerita yang lebih seru dan dramatis. Tokoh utama kembali bebas melajang dan menjalani lika-liku rumit percintaan. Ya, dengan cara itu si sutradara bisa menambah episode baru atau menambahkan karakter lain dalam film, tentu saja juga menaikkan rating filmnya. Bisa juga scene absurd itu sudah menjadi semacam “selera penonton”, yang bisa membuat tetap antusias mengikuti jalan cerita selanjutnya.

Sejujurnya, saya malah lebih respek jika alur cerita mengharuskan salah satu tokoh utama tewas tragis—seperti Leonardo DiCaprio di Titanic. Itu lebih keren, gentleman, gagah berani, dan menunjukkan betapa seorang Jack Dawson berani berkorban demi keselamatan Rose Ketekburi (saya lupa nama lengkapnya). Bandingkan dengan scene pernikahan yang rusak gara-gara ada seorang tamu yang datang tergopoh-gopoh berteriak “Tunggu...!!!” Absurd, sekaligus naif sekali.

Dalam dunia nyata pun demikian. Entah karena saya anak rumahan atau karena saya kurang update berita, tapi saya belum pernah mendengar pernikahan yang gagal gara-gara di tengah ijab qobul ada seorang ‘tuna asmara’ yang berteriak meminta pernikahan ditunda. Jika pun ada, saya yakin orang itu sudah buru-buru dibawa ke klinik kejiwaan terdekat.

Idealnya, sebuah pernikahan yang dikehendaki (bukan karena paksaan atau perjodohan yang keliru) akan berlangsung penuh khidmat, agung, dan romantis. Prosesi pernikahan bukanlah dagelan yang bisa seenak wudel dijadikan bahan olokan. Apalagi bagi kedua mempelai. Mereka harus tetap serius dalam mengikuti setiap rangkaian prosesinya. Pengucapan ikrar suci adalah sesuatu yang sakral. Berbeda halnya dengan ketika kita mengungkapkan cinta pada gebetan atau pacar. Levelnya jauh, jauh, melebihi itu.

Karena itu, sebelum tulisan ini menjadi semakin bodoh, saya hanya ingin mengucapkan selamat pada siapapun yang hari ini sudah menikah. Pahit manis kehidupan setelah menikah itu konsekuensi kalian. Sebuah bagian dari sistem resiko yang harus ditanggung dalam setiap pilihan hidup. Dengan tulisan ini, saya hanya berharap semoga dunia perfilman kita tidak lagi mengeksploitasi insiden-insiden konyol dalam pernikahan. Semoga novel-novel roman yang saya baca berikutnya tidak lagi membahas masalah pernikahan yang tertunda. Saya kok lebih senang jika endingnya berbahagia bagi kedua mempelai. So, nikah, ya nikah saja, peduli setan jika seorang tolol lari tergopoh-gopoh sambil berteriak “tungguuu...!” Boleh jadi, dia seorang narsis yang takut tidak kebagian frame dalam sesi foto bareng. []
February 14, 2017Benny Prastawa