Sunday, February 2, 2020

Lelaki Putus Asa yang Menelpon Mario Teguh







Rrr....rrrr...

Sesi telepon interaktif dengan pemirsa dimulai. Terdengar dengung suara telepon masuk ke studio. Samar-samar, seorang lelaki paruh baya menyapa pelan.

Sudah sepuluh tahun nasib saya tidak berubah, Pak......

Hening. Penonton di studio senyap, terbius suara berat lelaki yang tengah menelpon.

Saya tidak tahu lagi harus melakukan apa untuk mengubah keadaan ini. Hingga pada satu titik...”—lanjut lelaki itu—“saya berpikir Tuhan itu tidak ada...

Tolong, berikan saya pencerahan, Pak, di mana Tuhan itu? Dan jika Bapak bisa membantu saya, apa yang harus saya lakukan...?

*   *   *

Suara lelaki penelpon itu berhenti. Rentetan pertanyaan yang disampaikan dengan sentimentil itu menyisakan tanda tanya yang canggung pada seluruh penonton di studio–termasuk (mungkin) Mario Teguh. Sejenak, Mario Teguh terdiam, merenung, kemudian mencoba menjawab penelpon tersebut.

“Bapak tidak mungkin tidak disayang Tuhan, jika dari sekian banyak orang yang mencoba menelpon kemari, suara Bapaklah yang diterima masuk. Itu saja tanda bahwa Bapak dengan suara hati yang tulus tadi bertanya ‘apakah Tuhan itu ada dan di mana Tuhan’ telah dijawab dengan diizinkannya suara Bapak didengar oleh dua juta hati Indonesia (yang sedang menonton acara ini).”

“Tuhan itu, sebetulnya, Pak tampil sangat jelas bagi mereka yang ‘tidak mempercayai-Nya’. Tapi bagi mereka yang sudah yakin, Tuhan tampil seperti ‘tidak ada’. Seakan-akan harus kita semua yang menentukan (segala urusan).”

“Pak, apakah Bapak berdoa pada saat gembira atau hanya waktu bersedih? Orang yang berdoa hanya waktu sedih, akan ‘ditambah kesedihannya’ oleh Tuhan. Karena bagi Tuhan, kesedihan itu tidak apa-apa (karena justru bisa mendekatkan hamba dengan Tuhan-nya melalui doa). Karena suara terindah yang Tuhan ‘dengar’ adalah doa. Jangan buat Tuhan merindukan suara Anda (doa) hanya ketika Anda sedang bersedih (saja)”.

“Syukuri, renungkan setiap kebaikan-kebaikan di sekitar kita, seperti kenyataan bahwa ada seseorang yang mau menerima Bapak dan bersedia menua bersama sebagai istri itu. Apa harapan hidupnya, jika suami yang gagah perkasa, yang disandarinya sebagai suami itu terdiam berputus asa?”

“Jadi bagaimana jika mulai sekarang Bapak merayakan hal-hal kecil yang selama ini Bapak sepelekan...”

Nafas... Bapak bernafas lebih bebas daripada mereka yang di ICU sana, yang membayar jutaan hanya untuk bernafas”.

Mata... berapa banyak orang yang harus membayar milyaran, hanya untuk melihat apa yang sekarang Bapak lihat?”

“Jadi bagaimana jika mulai sekarang kita mensyukuri hal-hal yang selama ini kurang kita syukuri. Rayakanlah setiap kemenangan-kemenangan kecil dalam hidup seperti ketika melihat anak pulang sekolah, “Terima kasih, Tuhan, Engkau izinkan aku punya anak—karena banyak orang kaya-raya tidak punya anak.”

“Biasakan berdoa dalam kegembiraan agar Tuhan “tersemangati” untuk turut serta membantu memberkati kehidupan kita” pungkas Mario Teguh.[]


===========
*Disarikan dari sesi telepon interaktif acara Mario Teguh Golden Ways episode “Who am I?” dengan penggubahan dialog secukupnya.

February 02, 2020Benny Prastawa