Sunday, June 21, 2020

Nuansa Sholat Jumat yang Berbeda di Tengah Pandemi Corona



Setelah dua bulan lebih ibadah sholat Jumat ditiadakan, memasuki pertengahan Juni ini, beberapa daerah sudah mengizinkan pelaksanaan sholat Jumat lagi. Tentu saja, kebijakan ini hanya berlaku untuk daerah-daerah yang tingkat penyebaran virus Corona-nya tidak parah. Sedangkan untuk daerah lain yang masih rawan, sholat Jumat—dan kegiatan keagamaan di masjid—untuk sementara masih ditiadakan.


Daerah-daerah yang sudah diizinkan menggelar sholat Jumat pun harus tetap mematuhi protokol kesehatan yang berlaku. Selain masker dan hand sanitizer wajib, jamaah juga dideteksi suhu badannya dan dipastikan sehat sebelum memasuki area masjid. Beberapa masjid bahkan sampai menyediakan plastik-khusus-sekali-pakai untuk menaruh alas kaki para jamaah.


Berhubung sholat Jumat mengundang kehadiran banyak orang, pembatasan jumlah jamaah menjadi keharusan, baik pembatasan jumlah maupun pembatasan jarak antar jamaah. Pembatasan ini juga tidak lepas dari keterbatasan daya tampung masjid.


Secara khusus, di dekat tempat tinggal saya, salah satu cara membatasi  jamaah adalah dengan sistem kupon sholat. Jamaah yang ingin sholat Jumat di masjid harus memiliki kupon tersebut. Kupon akan dibagikan sekitar satu jam sebelum adzan dan berlaku sekali pakai.


Nah, karena memakai sistem kupon, saya kadang bertanya-tanya, "Jamaah yang sudah bersuci rapi-rapi wangi ingin sholat Jumat, tapi nggak kebagian kupon gimana? Kan nggak mungkin jamaahnya dijejalkan masuk kayak di kereta komuter kepenuhan?"


Ya, mau bagaimana lagi. Protokol kesehatan yang harus dipatuhi memang seperti itu. Kesehatan dan keselamatan para jamaah adalah prioritas. Semuanya kembali ke kesadaran diri jamaah masing-masing.


Jadi, begitu tahu soal sistem kupon sholat tersebut, para jamaah pun mulai berinisiatif datang lebih awal demi kebagian kupon. Pemandangan ini kontras dengan sholat Jumat pada saat sebelum pandemi, di mana segelintir jamaah memilih berjalan santai menuju masjid meski Pak Khotib sudah berdiri di atas mimbar.


Nuansa sholat Jumat di tengah pandemi virus Corona ini memang berbeda. Ada secercah kerinduan rohani yang tersibak dari rona para jamaah. Apalagi, di tengah situasi yang serba krisis dan tidak menentu seperti sekarang.


Pemandangan para jamaah yang berduyun-duyun mendatangi masjid mengingatkan kita pada konsep fastabiqul khairat (berlomba-lomba dalam kebaikan). Para jamaah yang sebelumnya malas-malasan menuju masjid, menjadi lebih bersemangat (berlomba-lomba mendapat tempat sholat) setelah pengadaan kupon sholat.


Boleh jadi, para jamaah memang merindukan momen sholat Jumat yang sudah berminggu-minggu ditiadakan. Mereka rindu untuk kembali duduk takzim di masjid sambil mengharap pencerahan dari isi khotbah Pak Khotib.


Hingga ketika sholat Jumat usai ditegakkan, mereka kembali "bertebaran" mencari rezeki-Nya dengan semangat dan spiritualitas yang terbarukan. Harapan akan penghidupan yang lebih baik, kembali menyala. Tak peduli betapapun beratnya situasi yang dihadapi saat ini.


***


Pandemi virus Corona memang telah mengubah banyak aspek kehidupan manusia. Segala krisis yang terhampar di tengah pandemi ini adalah ujian hidup yang nyata.


Dari perspektif religi, pandemi ini akan menguji kadar keyakinan kita kepada Tuhan. Apakah kita akan melangkah menjauh, atau segera berlari mendekat kepada-Nya.


Karena bagaimanapun, sehebat apapun kita, sekaya apapun kita, akan ada masa ketika kita diuji dengan kondisi serba sulit, sempit, terjepit, sedemikian hingga kita hanya bisa mengharap pertolongan dari-Nya. 


Dari situlah, Tuhan bisa menilai ibadah kita selama ini. Memastikan siapa saja di antara hamba-hamba-Nya yang benar-benar tulus ikhlas menyembah pada-Nya, mengabdi pada-Nya, serta memohon ampun dan pertolongan-Nya, demi mengharap keridhaan-Nya semata.[]


June 21, 2020Benny Prastawa