Friday, November 11, 2016

Esensi Pahlawan di Warung Makan


Buat saya, pahlawan bisa berarti siapa saja. Pahlawan tidak harus mereka yang gugur di medan perang. Pahlawan tidak harus mereka yang pergi mengangkat senjata. Pahlawan bisa berada di mana saja. Bahkan saat kau membalikkan kecoa yang terjengkang—maka kau pun sudah menjadi ‘pahlawan’—setidaknya bagi kecoa itu. Hinakah? Tentu saja tidak.  Karena bagi seorang pahlawan, keikhlasan menolong sesama adalah segalanya.

Berhubung saya belum pernah menulis tentang Hari Pahlawan, di postingan kali ini saya ingin membahas mengenai sosok ‘pahawan’. Sejenak, mari kita flashback pada hari di mana saya masih kuliah.

Bagi seorang mahasiswa (seperti saya), definisi ‘pahlawan’ tidak akan jauh dari ibuk-ibuk pemilik warung makan! (Saya pernah menulis tentang mereka di sini). Jika bukan karena regulasi-birokrasi dan intimidasi penguji skripsi, sudah pasti saya akan menuliskan “ibuk-ibuk pemilik warung makan” di halaman persembahan. Bukan bermaksud lebay—saya hanya ingin jujur mengatakan betapa besarnya peranan mereka, hingga saya bisa menjadi sarjana.

Sebagai seorang yang tidak jago masak, saya sangat tertolong dengan adanya warung-warung makan. Di tengah tugas kuliah yang menumpuk, kesibukan yang tidak berhenti, dan kerepotan proses memasak, ibuk-ibuk warung makan adalah solusi praktis mengatasi lapar yang tak tertahankan. Saya cukup mendatangi warung mereka, memilih menu, membayar sekian rupiah, menikmati hidangannya, dan urusan saya dengan rasa lapar pun selesai. Praktis, simpel, efektif, dan efisien—tentu saja.

Karena itu, ketika tersiar kabar penggerebekan warteg yang buka saat puasa, saya termasuk pihak yang ikut mukulin prihatin. Bagaimana tidak, keberadaan warung-warung makan membuat orang-orang kelaparan yang tidak jago masak (seperti saya) mendapatkan asupan gizi. Keberadaan warung makan juga membantu menolong orang-orang yang kelaparan di tengah perjalanan jauh. Sederhananya, keberadaan warung-warung makan terbukti memberikan solusi nyata untuk mengatasi masalah konstipasi dan malnutrisi di kalangan rakyat.

Saya tidak sedang beretorika. Ini serius!

Kalian tahu, di tengah pesatnya modernitas zaman, orang-orang berubah menjadi makhluk yang super sibuk. Saking sibuknya, orang bisa sampai lupa makan. Tidak heran, jika rumah sakit sering kebanjiran pasien tipus, diare, atau penyakit pencernaan lainnya—sedikit banyak diakibatkan oleh pola makan masyarakat modern yang kurang tertata.

Di satu sisi, kita tentu tidak mau jatuh sakit hanya gara-gara lupa makan. Di sisi lain, kita tidak suka memasak karena berpikir kegiatan itu buang-buang waktu. Karenanya, keberadaan warung-warung makan menghadirkan solusi instan bagi mereka yang ingin makan tanpa buang-buang waktu memasak—khususnya para mahasiswa dan musafir  yang tengah dalam perjalanan jauh.

Selain mereka, keberadaan warung-warung makan juga menolong kehidupan bayi-bayi montok yang kelaparan (dalam hal ini warung makan khusus bayi). Seperti yang kita tahu bersama, arus kehidupan modern memaksa kaum ibu-ibu untuk ikut bekerja. Jika mereka punya bayi, maka hampir dipastikan mereka tidak akan sempat membuatkan makanan bayi. Padahal, memasak makanan bayi bisa jadi sangat lama. Proses memasak harus terus dilakukan sampai menghasilkan tekstur makanan yang lembut.

Untungnya, warung-warung makan khusus bayi sudah banyak beredar di sekitar kita. Kini, ibu-ibu tidak perlu repot memasak makanan untuk bayinya. Cukup dengan membayar sekian rupiah, makanan bayi bisa segera terhidang. Praktis dan mudah. Ibu senang, bayi pun girang.

Dari contoh-contoh tersebut, ibuk-ibuk pemilik warung makan sudah memenuhi kriteria seorang ‘pahlawan’. Mereka memang tidak memegang senapan ataupun bambu rucing untuk berjibaku melawan penjajah. Tapi goresan pisau mereka di atas telenan sudah cukup menolong orang-orang yang kelaparan di sekitar kita. Racikan rempah-rempah mereka terbukti ampuh mengatasi berbagai penyakit sosial akibat perut yang lapar.

Akhirnya, pada Hari Pahlawan ini (lebih tepatnya kemarin), saya hanya ingin bilang:

Terpujilah, wahai ibuk-ibuk pemilik warung makan. Berkat kalian, bayi-bayi tidak sampai kekurangan nutrisi. Berkat kalian, orang-orang yang kelaparan di tengah jalan bisa makan. Berkat kalian, mahasiswa-mahasiswa bisa menjadi sarjana. Berkat kalian pula, gangguan perut yang bermacam-macam bisa terhindarkan.

Terima kasih ibuk-ibuk pemilik warung makan. Selamat Hari Pahlawan!!! (mari makaaann) []
November 11, 2016Benny Prastawa