Friday, February 22, 2019

Film Batman Terbaik (1)


Ketika film Batman Begins dirilis tahun 2005, saya masih duduk di bangku SMP. Berhubung di kota saya tidak ada bioskop dan DVD-nya pun tidak beredar, saya tidak bisa menonton film itu pada saat pertama kali ditayangkan. Saya bahkan tidak tahu apapun tentang film itu sebelumnya. Begitu pula ketika sekuelnya—The Dark Knight—dirilis tahun 2008 (saya masih SMA), saya tidak tahu-menahu. Saat itu, wawasan saya tentang film superhero terbatas pada tokoh-tokoh yang sering ditayangkan di TV lokal, seperti Superman, Spiderman dan Batman (versi aktor lawas: Val Kilmer dan George Clooney). Saya baru tahu film Batman Begins dan The Dark Knight saat kuliah. Kenyataan yang sedikit mengecewakan karena setelah saya menonton kedua film Batman tersebut, penilaian saya terhadap film superhero berubah total.

Batman Begins dan The Dark Knight adalah sebuah masterpiece hasil kejeniusan sutradara Christoper Nolan. Sebenarnya, ada sekuel ketiga yang berjudul The Dark Knight Rises. Tapi saya pribadi hanya ngeh dengan dua sekuel pertamanya saja. Alasannya, dalam opini saya, terdapat perbedaan kualitas cerita yang terpaut jauh antara dua film yang pertama dengan sekuel yang ketiga. Tentu saja, ini hanya opini saya sebagai penonton awam, bukan sebagai kritikus film. Semua yang saya tulis murni berdasarkan pandangan subjektif saya tentang film tersebut. Jadi, tulisan ini hanya akan membahas dua film Batman garapan Christoper Nolan, yakni Batman Begins dan The Dark Knight.

Batman Begins
Dalam film-film Batman sebelumnya, tidak pernah dijelaskan darimana dan bagaimana Bruce Wayne alias Batman mendapatkan segala atribut tempurnya. Setiap kali saya menonton film Batman, saya mengira Batman memang sudah dari sononya memiliki kostum dan senjata-senjata canggih—termasuk kendaraan kerennya seperti The Tumbler dan Batpod. Tapi di film Batman Begins, awal mula terciptanya Batman diceritakan secara utuh. Potongan-potongan kejadian yang membentuk Bruce Wayne menjadi seorang Batman, mulai dari kematian orangtuanya yang tragis, usahanya memahami dunia para penjahat, sampai asal-usul senjata-senjatanya yang serba canggih, diceritakan secara runtut oleh Christoper Nolan. Ini adalah alasan pertama mengapa saya menyebut Nolan sebagai seorang jenius—karena sebagai sutradara dia selalu memiliki pemikiran nyentrik yang out of the box.

Batman versi Nolan benar-benar ditampilkan semanusiawi mungkin. Jadi Batman bukan sesosok superhero yang overpowerful, melainkan sosok manusia biasa yang bisa mengalami pergolakan batin yang rumit. Di awal-awal film, diceritakan bagaimana Bruce Wayne alias Batman (yang masih bocah) merasa sangat bersalah atas kematian orangtuanya. Saat itu, Bruce kecil diajak menonton pertunjukan opera oleh orangtuanya. Di tengah pertunjukan, Bruce mendadak merasa ketakutan karena kostum kelelawar yang dipakai para aktor opera. Bruce pun meminta untuk pulang saja. Demi melihat wajah anaknya yang pucat karena takut, orangtua Bruce tidak keberatan. Dalam perjalanan pulang, keluarga Bruce dihadang seorang perampok yang kalap. Entah karena gugup atau takut kepergok polisi, si perampok menembak kedua orangtua Bruce. Bruce kecil pun harus menerima kenyataan pahit—melihat kematian tragis kedua orangtuanya di depan mata kepalanya sendiri. Peristiwa itu meninggalkan luka yang teramat dalam bagi Bruce. Sampai dirinya beranjak dewasa, Bruce selalu berpikir bahwa dirinya adalah penyebab kematian orangtuanya. “Andai saat itu aku tidak meminta untuk pulang, kedua orangtuaku pasti masih hidup sekarang,” begitu pikir Bruce.

Rasa bersalah Bruce bercampur dengan kemarahan dan dendam kesumat pada si perampok. Bruce tidak habis pikir, mengapa si perampok tega menghabisi orangtuanya. Padahal ayahnya sudah menyodorkan dompet dan semua barang yang diinginkan si perampok. Terlebih lagi, orangtua Bruce sudah banyak berjasa dalam pembangunan kota Gotham, seperti dengan membangun monorail dan menyediakan air bersih bagi warga Gotham. Bruce benar-benar tidak habis pikir. Keinginan untuk membalas dendam pun bergejolak di dalam benak Bruce, hingga dirinya beranjak dewasa.

Pada hari ketika si perampok akan disidang, Bruce sudah menyiapkan selongsong pistol untuk menghabisi si perampok. Begitu persidangan usai, Bruce menunggu kesempatan untuk menarik pelatuk pistolnya. Tapi, Bruce merasa bimbang. Ada pertentangan batin yang menahan dirinya untuk menembak. Sampai akhirnya, ketika si perampok digiring ke luar pengadilan, seorang laki-laki misterius muncul dari kerumunan dan langsung menembak mati si perampok. Bruce hanya bisa tertegun melihat kejadian itu.

Bruce pun diantar pulang oleh teman masa kecilnya, Rachel. Di tengah perjalanan, Rachel melihat pistol yang dibawa Bruce. Rachel sangat marah dan menampar Bruce. Dia menyebut Bruce sangat naif karena hanya memikirkan soal balas dendam. “Orangtuamu pasti akan sangat malu melihatmu,” kata Rachel.

Sejak kejadian itu, Bruce memilih kabur dan menghilang dari kota Gotham. Bruce menjelajahi pelosok negeri untuk memahami dunia penjahat. Bruce mengawalinya dengan mencoba menjadi pencuri. Tidak tanggung-tanggung, Bruce sampai bergabung dengan salah satu sindikat pencuri di Cina. Karena ulahnya, Bruce sempat mendekam di penjara. Di penjara inilah Bruce bertemu dengan seorang pria yang mengaku utusan R’as Al-Ghul, pemimpin organisasi rahasia bernama “Liga Bayangan”. Utusan R’as Al-Ghul tersebut menawari Bruce untuk bergabung dengan Liga Bayangan yang menurutnya selalu berupaya menegakkan keadilan di muka bumi. Bruce tertarik mendengar tawaran itu.

Begitu Bruce bebas dari penjara, Bruce segera menuju tempat R’as Al-Ghul dan bergabung menjadi anggota Liga Bayangan. Di tempat R’as Al-Ghul, Bruce diajari banyak keahlian bela diri, termasuk keahlian untuk “menghilang” seperti ninja. Hal ini kelak menjelaskan asal muasal keahlian bela diri Batman yang sangat hebat. Selain belajar bela diri, Bruce juga belajar menghilangkan trauma dan perasaan bersalah atas kematian orangtuanya. Setelah berhasil, Bruce dinilai sudah pantas untuk maju ke medan tempur demi menegakkan keadilan bersama Liga Bayangan.

Akan tetapi, ada perbedaan yang mendasar antara “keadilan” versi Bruce Wayne dan “keadilan” versi R’as Al-Ghul. Di mata Bruce, keadilan bisa tetap ditegakkan tanpa harus membunuh atau memusnahkan sebuah peradaban. Sedangkan R’as Al-Ghul berpandangan sebaliknya, bahwa keadilan bisa ditegakkan dengan jalan kekerasan bahkan jika perlu memusnahkan sebuah peradaban. Dalam hal ini, Gotham—kota yang Bruce tinggali—termasuk salah satu tempat yang peradabannya harus dihancurkan karena penuh dengan kebejatan moral dan perilaku korup para pejabat pemerintahnya.

Perbedaan itulah yang mendorong Bruce untuk melawan balik R’as Al-Ghul dan keluar dari Liga Bayangan. Dalam sebuah perkelahian sengit dengan R’as Al-Ghul, Bruce berhasil menghancurkan markas R’as Al-Ghul dan meloloskan diri dari sana. Sementara R’as Al-Ghul tertimpa reruntuhan markasnya sendiri.

Setelah lolos dari markas R’as Al-Ghul, Bruce kembali ke rumahnya di kota Gotham. Ia mendapati kebusukan di kotanya tidak berubah. Para pejabat pemerintah masih gemar berlaku korup. Polisi-polisi berkongkalingkong dengan para pengedar narkoba. Hakim-hakim tidak risih menerima suap sehingga para penjahat bebas berkeliaran. Bruce merasa harus melakukan sesuatu untuk menghindarkan kotanya dari kerusakan yang lebih parah.

Dengan bantuan Lucius Fox—teman mendiang ayahnya—Bruce pun menciptakan sosok Batman. Lucius membantu Bruce dalam membuat kostum, senjata, dan berbagai kendaraan canggih untuk Batman. Pada malam hari, Batman menebar teror bagi para penjahat. Dengan dibantu salah satu anggota polisi yang anti-korup bernama Jim Gordon, satu per satu penjahat kelas kakap berhasil diringkus. Para pejabat, polisi, dan para hakim yang korup turut segan menghadapi Batman. Selama beberapa waktu lamanya, kondisi kota Gotham berubah menjadi lebih aman berkat adanya sosok Batman.

***

Dalam pandangan subjektif saya, kota metropolis seperti Gotham adalah realita yang terjadi di mana-mana. Gotham adalah potret kehidupan sebuah kota di mana orang-orang baik terbungkam karena tidak kuasa melawan derasnya kejahatan yang merajalela. Para penjahat dan mafia bebas berkeliaran dan meresahkan masyarakat. Sedangkan para pejabat dan aparat penegak hukum diam-diam malah tunduk dan berkongkalingkong dengan para mafia, alih-alih berdiri tegak melawannya. Akibatnya, kehidupan kota Gotham membusuk. Ketimpangan ekonomi merajalela. Angka kriminalitas pun meningkat tajam.

Akan tetapi, seperti teratai yang tumbuh indah di tengah sungai berlumpur, ada saja segelintir orang yang tetap berpegang teguh pada nilai-nilai kebajikan dan keadilan meski kehidupan kota Gotham membusuk. Teman masa kecil Bruce, Rachel, yang bekerja di kejaksaan tidak pernah mau menerima suap dari siapapun. Begitu juga dengan polisi anti-korup, Jim Gordon, tidak mau ikut-ikutan berkongkalingkong menikmati narkoba meski sebagian rekannya di kepolisian melakukannya. Bapak Walikota Gotham juga masih setia pada nilai-nilai kebenaran, meski harus menjadi korban kebrutalan para mafia yang menguasai kotanya. Keberadaan orang-orang baik seperti mereka nyatanya tidak mendapat dukungan penuh dari warga Gotham. Orang-orang baik tidak kuasa melawan derasnya arus kejahatan dan lebih memilih diam melihat kondisi Gotham memburuk. Sampai akhirnya Bruce Wayne, dengan segala sumber daya yang dimiliki menciptakan sosok Batman dan berdiri tegak memerangi kejahatan.

Film Batman Begins mampu menyajikan gambaran sebuah kota yang sarat kriminalitas dengan realistis. Film tersebut juga mampu menampilkan sosok Batman sebagai “simbol” perlawanan bagi kejahatan yang merajalela. Dengan heroik, Batman memberikan napas bagi orang-orang yang berdiri tegak melawan segala bentuk ketidakadilan. Selain itu, Batman versi Nolan dapat menampilkan sosok Batman yang sangat manusiawi, tidak overpowerful, dan tidak gampangan membunuh musuh-musuhnya. Bahkan sepanjang film Batman Begins, kita tidak akan melihat sosok Batman yang membunuh para penjahat. Batman hanya melumpuhkan para penjahat dan membiarkan polisi yang meringkus mereka. Karenanya, sisi kepahlawanan Batman versi Nolan ini tampak sangat menonjol.

Kelebihan lain film Batman versi Nolan adalah jalinan ceritanya yang runtut. Penonton awam seperti saya tidak akan dibuat bingung dengan asal-usul senjata canggih dan segala atribut tempur Batman. Semuanya dijelaskan sejak awal mula film dengan narasi yang memukau. Hal ini berbeda dengan film-film superhero lain yang cenderung dadakan dan terlalu fiktif dalam membangun identitas superheronya. Spiderman digigit laba-laba, Hulk terkena radiasi sinar gamma, X-Men mengalami mutasi genetik yang (sangat) tidak ilmiah, bahkan Superman malah sudah memiliki kekuatan super sejak lahir. Film-film Batman sebelumnya juga tidak menceritakan asal usul Batman sedetail Batman versi Nolan. Tahu-tahu Batman sudah kelayapan malam-malam menghajar para penjahat sambil petentang-petenteng naik Batpod.

Tidak heran jika Batman Begins menjadi salah satu film superhero terbaik yang pernah ada karena mampu menghadirkan sosok Batman yang heroik sekaligus manusiawi dalam narasi yang cukup masuk akal. Dengan semua kelebihan tersebut, standar saya terhadap film superhero berubah total. Hingga hari ini, Batman Begins masih menjadi salah satu film superhero terbaik versi saya—berdampingan dengan Spiderman 2 karya sutradara Sam Raimi. Jika ada film superhero yang lebih baik, itu adalah sekuel kedua Batman versi Nolan yang berjudul: The Dark Knight.[]

lanjut ke sini.
February 22, 2019Benny Prastawa