Saturday, February 23, 2019

Film Batman Terbaik (2)


The Dark Knight
Gila! Itulah hal pertama yang terbesit di benak saya begitu selesai menonton sekuel kedua dari trilogi Batman karya sutradara Christoper Nolan. Bagaimana tidak? Sebuah film superhero yang biasanya berplot sederhana, ditransformasikan menjadi sebuah film bergenre crime, dibumbui drama percintaan yang tragis, dan dipadu akting psikopat tokoh antagonis peraih Piala Oscar. Tidak heran jika The Dark Knight dinobatkan sebagai salah satu film superhero terbaik sepanjang masa karena berhasil mengubah standar film superhero di kancah perfilman Hollywood.

Setelah sukses mereset karakter Batman di film Batman Begins, otak jenius Nolan kembali bekerja untuk membuat sisi kepahlawanan Batman menjadi lebih terang. Di film yang kedua ini, Nolan mencoba menghadirkan konflik yang jauh lebih rumit dan melibatkan lebih banyak pergolakan batin para tokohnya.

Diceritakan bahwa setelah Batman muncul, kondisi kota Gotham telah berubah. Para penjahat tidak lagi leluasa bergerak karena takut dihajar Batman. Kota Gotham menjadi semakin “tidak ramah penjahat” dengan adanya seorang jaksa muda idealis bernama Harvey Dent. Secara terang-terangan, Dent berdiri melawan para penjahat, mengadili mereka tanpa takut disuap, dan berhasil memenjarakan separuh mafia kota Gotham. Prestasi Dent membuat dirinya dielu-elukan seluruh warga Gotham. Mereka menjuluki Dent sebagai “Ksatria Putih” kota Gotham.

Di sisi lain, Bruce Wayne alias Batman tengah mengalami pergolakan batin yang cukup rumit. Teman masa kecil Bruce, Rachel, adalah sosok yang diharapkan Bruce menjadi kekasihnya. Rachel—yang sudah tahu bahwa Bruce adalah Batman—pernah berkata, “Jika tiba hari di mana Gotham tidak lagi membutuhkan Batman, maka kita bisa hidup bersama”. Bruce berpikir bahwa Gotham sudah tidak lagi membutuhkan Batman karena mereka sudah memiliki Harvey Dent. Menurut Bruce, keberadaan Dent sudah cukup untuk mengatasi para penjahat di kota Gotham. Karenanya, Bruce menunggu Rachel untuk menepati janji yang dulu pernah diucapkannya.

Bruce tidak sadar jika Rachel sudah menjalin hubungan dengan Harvey Dent. Berbeda dengan Bruce, Rachel berpikir bahwa Gotham tetap membutuhkan Batman karena para penjahat dan pemimpin mafia masih banyak yang berkeliaran. Karena itu, Rachel merasa memiliki pembenaran untuk membiarkan Bruce menjalankan perannya sebagai Batman. Ia tidak ingin urusan pribadinya membebani Bruce selama menjadi sosok Batman.

Pemikiran Rachel tidak keliru. Para mafia di kota Gotham memang belum habis. Meski separuh lebih anggotanya berhasil dipenjarakan Harvey Dent, komplotan mafia yang tersisa bekerja sama untuk kembali menguasai kota Gotham. Demi mencapai tujuan tersebut, mereka berencana melenyapkan Batman. Para komplotan mafia meminta bantuan seorang pria misterius bernama Joker. Tidak ada seorang pun yang menyadari bahwa Joker adalah seorang psikopat berbahaya yang sangat kejam. Joker inilah yang nantinya mendalangi semua kerusuhan dan pembantaian di kota Gotham.

Berbeda dengan penjahat pada umumnya, Joker tidak melakukan aksi kriminal demi mendapatkan uang atau kekuasaan. Joker memiliki mentalitas seorang penjahat murni yang melakukan kejahatan semata-mata karena ingin melihat dunia menjadi kacau. Setelah mengetahui keberadaan Batman di kota Gotham, hal pertama yang Joker lakukan adalah memancing Batman untuk mengungkapkan identitasnya. Joker pun mulai memprovokasi Batman dengan cara menghabisi para polisi, hakim, jaksa, dan beberapa warga sipil Gotham.

Melihat kebrutalan Joker, Bruce Wayne alias Batman berencana mengungkapkan identitasnya pada warga Gotham. Bruce merasa bersalah karena keberadaan Batman justru menjadi penyebab terbantainya warga Gotham. Akan tetapi, dalam sebuah konferensi pers, tiba-tiba saja Dent mengaku bahwa dirinya adalah Batman. Dent bahkan terang-terangan meminta Joker untuk menangkapnya. Kenekatan Dent membuat Bruce alias Batman (yang asli) harus melindunginya karena Joker sudah pasti mengincar nyawa Dent untuk dihabisi.

Malam berikutnya, Joker menyerang iring-iringan mobil yang membawa Harvey Dent. Dengan bantuan anak buahnya, Joker menembaki iring-iringan mobil tersebut tanpa ampun. Tentu saja Batman tidak tinggal diam. Rencana Joker sudah diprediksi sebelumnya oleh Batman. Batman pun segera bergerak dan menghadang Joker. Pertempuran Joker dan Batman tak terhindarkan lagi. Dalam pertempuran itu, Joker berhasil dipojokkan dan digiring ke kantor polisi Gotham.

Sesampainya di kantor polisi, Joker diinterogasi oleh Batman. Selama proses interogasi, Joker dipaksa untuk mengatakan perihal rencana jahatnya. Joker malah ngoceh panjang lebar sambil mempermainkan Batman. Batman pun terpaksa menghajar Joker agar mau membuka mulut. Di akhir interogasi, Joker mengatakan bahwa komplotannya telah berhasil menyuap oknum polisi untuk menculik Harvey Dent dan—Rachel. Nama terakhir yang disebut Joker membuat Batman kalap. Emosi Batman semakin meledak-ledak setelah Joker mengatakan bahwa di lokasi penyekapan telah dipasang sejumlah bom. Tanpa pikir panjang, Batman pun bergegas menyelamatkan Rachel.

Akan tetapi, semuanya sudah terlambat. Sebelum sampai di lokasi penyekapan, bom yang dipasang Joker meledak. Rachel tewas, sementara Harvey Dent menderita luka bakar parah di bagian wajahnya. Sementara Batman—sebagai Bruce Wayne—ia sangat terpukul oleh insiden itu. Bagaimanapun  Rachel adalah teman masa kecilnya. Sebagai anak tunggal, Bruce sering kesepian karena tidak memiliki teman bermain di rumah. Rachel mengisi kekosongan itu dan sesekali dolan bersama Bruce. Ketika beranjak dewasa, sangat wajar jika Bruce menginginkan teman masa kecilnya itu menjadi pendamping hidupnya. Begitu mendapati Rachel menjadi korban kebrutalan Joker, Bruce merasa bersalah—sama seperti ketika orangtuanya ditembak perampok.

Kematian Rachel sempat memadamkan semangat Bruce untuk menjadi sosok Batman. Bruce berpikir, sudah terlalu banyak korban berjatuhan akibat keberadaan Batman. Jika Batman tidak ada, boleh jadi situasinya akan membaik—setidaknya meminimalisir korban jiwa. Tapi pelayan setia keluarga Wayne yang bernama Alfred menyadarkan Bruce. Alfred bercerita tentang pengalaman militernya dulu ketika menghadapi sekawanan perampok di hutan Myanmar. Alfred mengibaratkan Joker seperti sekawanan perampok itu—kumpulan psikopat yang melakukan kejahatan hanya untuk melihat dunia menjadi kacau. Orang-orang seperti Joker tidak boleh dibiarkan. Perlahan, semangat Bruce untuk kembali menjadi Batman membara.

Berbeda dengan Bruce, Harvey Dent tidak memiliki sosok penyemangat seperti Alfred. Dirinya tumbuh besar sebagai bocah yatim-piatu yang sempat menjalani kerasnya himpitan ekonomi. Kematian Rachel mengubah total perangai Dent. Joker yang tahu Dent masih hidup, mendatangi Dent di rumah sakit kota Gotham. Joker memprovokasi dan berhasil menggugah sisi gelap Dent. Diam-diam, Dent pun berubah. Harvey Dent bukan lagi Ksatria Putih kota Gotham seperti dulu.

Teror Joker ternyata mampu mengintimidasi warga Gotham. Warga Gotham beramai-ramai ingin pindah karena merasa kotanya sudah tidak aman lagi. Pelabuhan kota Gotham mendadak dibanjiri calon penumpang yang tidak lain adalah warga Gotham yang ingin meninggalkan kota itu. Tanpa mereka sadari, Joker sudah punya rencana jahat lain bagi warga Gotham. Joker telah  memasang dua bom di kapal yang mengangkut warga Gotham. Bom yang satu dipasang di kapal yang membawa warga Gotham biasa. Sedangkan bom yang satunya dipasang di kapal yang mengangkut para penjahat dari penjara. Masing-masing kapal juga sudah dilengkapi dengan alat pemicu bom. Begitu Joker memberitahu keberadaan bom dan alat pemicunya, timbul pergolakan sengit di antara warga Gotham di kapal yang satu, dengan para penjahat di kapal yang lainnya. Masing-masing berpikir untuk saling meledakkan kapal yang lain.

Sementara itu, Bruce yang telah kembali mengenakan jubah Batmannya berencana membuat perhitungan dengan Joker. Dengan bantuan teknologi radar ciptaan Lucius Fox, Batman bisa menemukan markas Joker dengan mudah. Satu per satu anak buah Joker dilumpuhkan. Sampai akhirnya, Batman bertatap muka langsung dengan Joker. Keduanya segera terlibat pertarungan sengit. Meski begitu, dengan kecanggihan senjatanya, Batman tidak mendapat kesulitan berarti untuk mengalahkan Joker. Joker malah tertawa gembira ketika Batman berhasil menangkapnya. Secara terang-terangan, Joker mengaku bahwa dirinya tidak berniat untuk memenangi adu jotos dengan Batman. Sejak awal Joker tahu dirinya tidak akan mungkin memenangi duel fisik dengan Batman. Karena itu, Joker hanya menciptakan “kondisi tertentu” yang bisa memprovokasi dan menghancurkan lawan-lawannya.

Joker pun berbicara panjang lebar tentang rencana jahatnya bagi warga Gotham di kapal penumpang. Dengan penuh keyakinan, Joker memprediksi bahwa tengah malam nanti warga Gotham di kapal akan saling meledakkan satu sama lain. Masing-masing kapal sudah dilengkapi dengan alat pemicu bom. Penumpang yang ingin meledakkan kapal yang lain hanya perlu menekan tombol pada alat pemicunya saja. Batman terkejut mendengar rencana Joker. Tapi, saat itu, Batman tidak bisa melakukan apapun karena sedang berada jauh dari kapal-kapal yang membawa bom.

Dugaan Joker meleset. Tidak ada seorang pun yang berani menekan alat pemicu bom. Warga Gotham biasa maupun para penjahat sama-sama mengurungkan niat untuk saling meledakkan satu sama lain. Setetes nurani dan belas kasih telah menyelamatkan warga Gotham dari potensi kehancuran yang mengerikan. Batman pun menyebut Joker keliru dalam menilai rasa kemanusiaan warga Gotham.

Sekali lagi, Joker tertawa lepas. Ia berkata bahwa permainannya belum selesai. Joker pun menyebut-nyebut soal “Ksatria Putih” kota Gotham. Dari gelagat Joker, Batman segera teringat pada Harvey Dent.

Joker benar-benar tampil sebagai seorang mastermind kejahatan layaknya Jim Moriarty—musuh bebuyutan Sherlock Holmes. Rencana jahatnya tidak pernah bisa diprediksi. Setiap kali satu rencana gagal, rencana yang lain telah siap beranak-pinak. Kematian Rachel dimanfaatkan Joker untuk memprovokasi Harvey Dent. Tanpa Batman sadari, ketika ia bertarung dengan Joker, Dent tengah sibuk membantai para polisi yang diduga terlibat dalam penculikan Rachel. Dan orang terakhir yang akan Dent habisi adalah rekan Batman di kepolisian—Komisaris Gordon.

Begitu menemukan lokasi Dent, Batman mendapatinya sedang menyekap keluarga Komisaris Gordon. Anak laki-laki Gordon disandera dengan todongan pistol. Dent mengancam akan menembak anak tersebut sebagai pembalasan atas kematian Rachel. Menurut Dent, Gordon adalah orang yang paling bertanggung jawab atas kematian Rachel. Karenanya ia merasa pantas membalas dendam pada keluarga Gordon.

Dent yang kalap sudah siap menarik pelatuk pistolnya. Sementara Gordon memohon belas kasih Dent agar membebaskan anaknya. Tapi, sesaat sebelum pistol meletus, Batman berhasil mendorong Dent hingga terjatuh dari atap gedung. Nyawa anak Gordon berhasil diselamatkan, tapi tidak dengan Dent. Dent tewas dalam insiden itu.

Kematian Dent bisa menimbulkan masalah baru. Sebagai jaksa kota Gotham, kematian Dent akan membuat para penjahat yang ditangkapnya bebas dari tuntutan hukum. Lagi-lagi, kejeniusan Joker harus diakui. Selain berhasil membangkitkan sisi gelap Dent, Joker juga berhasil membuka peluang bagi para penjahat untuk lolos dari jerat hukum.

“Joker tidak boleh menang!” kata Batman dengan geram. Gordon dan Batman pun membuat rencana untuk menutupi kematian Dent. Batman meminta Gordon untuk memberitahu polisi bahwa Batmanlah yang membunuh Harvey Dent. Langkah itu perlu dilakukan agar tindakan Dent membantai beberapa orang polisi bisa tersamarkan. Batman tidak keberatan menanggung kesalahan Dent. Bagaimanapun, Dent pernah menjadi pahlawan bagi kota Gotham meski pada akhirnya—karena provokasi Joker—Dent berubah menjadi monster yang mengerikan. Karenanya, Batman merasa perlu menyelamatkan sisi kepahlawanan Dent. Tak mengapa dirinya harus menjalani kehidupan sebagai buronan polisi dan dimusuhi seluruh warga Gotham. Batman sudah siap dengan segala resikonya. Bagi Batman, ada nilai-nilai keadilan dan kepahlawanan yang lebih penting untuk diselamatkan.

*** 

Saya harus menonton The Dark Knight beberapa kali untuk bisa memahami kelindan konflik-konfliknya. Untuk ukuran film superhero, The Dark Knight menyajikan muatan plot cerita yang sangat kompleks. Sosok Joker yang diperankan mendiang Heath Ledger memang sangat menonjol dalam fim ini. Totalitas aktingnya sangat, sangat, layak diganjar Piala Oscar. Meski begitu, Nolan tidak lupa untuk tetap memprioritaskan sisi kepahlawanan Batman sebagai protagonis utama.

Di akhir film, penonton bisa menyimpulkan bagaimana Batman rela menjadi buronan polisi dan dibenci seluruh warga Gotham demi melindungi nama baik Harvey Dent. Padahal, Batman sendiri adalah sosok yang telah banyak berjasa bagi kota Gotham. Tapi Batman tidak peduli dengan nama baik dan citra dirinya. Secara heroik, Batman rela menanggung kesalahan Dent demi memperjuangkan nilai-nilai kebenaran.

Seperti dalam film Batman Begins, sosok Batman dalam The Dark Knight tetap konsisten ditampilkan secara manusiawi. Batman alias Bruce Wayne juga dapat merasakan sedih dan terpukul atas kematian Rachel—satu-satunya wanita yang pernah berjanji akan mendampinginya jika kelak Gotham tidak lagi membutuhkan Batman. Yang menyesakkan, sebenarnya Rachel telah memilih untuk menikahi Harvey Dent. Rachel berencana memberitahu Bruce tentang hal itu lewat sepucuk surat. Surat itu dititipkannya kepada Alfred—pelayan keluarga Wayne. Tapi ternyata, sebelum Bruce membuka surat itu, Rachel sudah lebih dulu tewas.

Demi menjaga perasaan Bruce, Alfred—yang sudah membaca isi surat dari Rachel—terpaksa menyimpan surat tersebut. Hingga akhir film, surat itu tidak pernah sampai di tangan Bruce. Tindakan Alfred menyembunyikan surat Rachel membuat Bruce tetap fokus memerangi Joker. Andai Bruce sudah membaca surat Rachel, padahal sehari sesudahnya Rachel tewas, entah seperti apa pergolakan batin di benak Bruce. Boleh jadi, semangat Bruce untuk menegakkan keadilan sebagai Batman akan segera padam.

Nolan memang jenius. Sebuah film yang sarat adegan kriminal, dipermanis dengan sisipan kisah roman yang tragis dan mengharu biru. Hal itulah yang menjadi salah satu poin lebih dari The Dark Knight karena konsisten menampilkan sosok superhero yang sangat manusiawi. Di balik kostum hitamnya, Batman tetaplah seorang bocah bernama Bruce Wayne yang merindukan sentuhan lembut kasih sayang.

Bagi saya, The Dark Knight bukanlah sebuah film superhero. The Dark Knight memang berkisah tentang kepahlawanan Batman. Tapi, lebih dari itu, The Dark Knight menunjukkan potret masyarakat yang tengah berjuang menjaga nilai-nilai keadilan, kemanusiaan, dan kebajikan di tengah kehidupan kota yang sarat kriminalitas dan kebobrokan moral. Karenanya, saya pikir tidak akan ada yang keberatan jika The Dark Knight sangat, sangat, layak ditasbihkan sebagai salah satu film superhro terbaik yang pernah dibuat.[]
February 23, 2019Benny Prastawa