“Sebaik-baik urusan adalah yang pertengahan,
tidak sedikit, dan tidak berlebihan”
(pepatah)
Alkisah Si Gemuk dan Si
Kurus sedang dalam perjalanan menuju ke pasar. Keduanya berjalan beriringan
dengan langkah yang lambat-lambat. Pasar yang dituju masih setengah jam
perjalanan. Si Kurus yang tampak mulai bosan, sesekali mengomel pada Si Gemuk.
“Woy, Muk, bisa lebih cepat
tidak? Jalanmu sudah seperti keong di sawah saja.”
Si Gemuk diam saja.
Nafasnya masih terengah-engah. Kedua tangannya sibuk menyeka peluh di dahinya.
“Ini sudah kecepatan penuh.
Bisa saja aku memaksakan diri, tapi setengah perjalanan dari sini, kau harus
menggendongku.”
Si Kurus menggelengkan
kepala kemudian menghela napas panjang. Si Gemuk berjalan gontai. Langkah kakinya
melambat.
“Kamu beruntung, Rus.
Badanmu ringan. Kamu tidak akan mudah letih seperti diriku.”
“Wah, jangan salah.
Begini-begini aku juga bisa capek kalau terus-terusan berjalan lambat
sepertimu. Kenapa tidak kau percepat saja langkahmu, agar kita tidak keburu
pingsan sebelum tiba di pasar.”
Si Gemuk menggelengkan
kepala. “Ngomong-ngomong, aku tidak pernah minta dikasih badan gemuk begini.
Mauku sih, badanku tidak segemuk ini. Yang sedang-sedang sajalah.”
“Begitu pun denganku. Aku
juga tidak pernah minta dikasih badan kurus kering seperti ini. Kau tahu, wanita
sekarang lebih doyan pria gemuk?” Wajah Si Kurus mendadak serius. Sementara Si
Gemuk malah tersenyum geli.
“Ah, kau mencoba menghiburku?”
“Tentu saja tidak. Aku serius.
Sudah beberapa kali aku mengamati, dan mensurvei kebanyakan wanita sekarang suka dengan pria yang badannya berisi.”
“Berisi dompetnya
maksudmu?”
Kedua orang itu tertawa lepas.
“Mungkin kau benar,
wanita suka pria yang berisi. Tapi bukan pria yang terlalu gemuk sepertiku.” Si
Gemuk menepuk-nepuk perutnya.
“Hmm…enak juga jadi
gemuk sepertimu, Muk. Tenagamu jauh lebih kuat dalam hal angkat-angkut. Sementara
aku, mengangkat segalon air saja sudah kewalahan.”
“Memang. Tapi orang
gemuk tidak bisa sembarangan makan. Orang gemuk harus pilih-pilih makanan. Kalau
salah pilih, bisa-bisa kita malah menimbun penyakit. Kau lebih santai karena bisa
makan apapun tanpa perlu khawatir terkena penyakit macam-macam. Stroke lah,
darah tinggi, kanker, dan sejenisnya.”
“Memang, tapi, meski aku
merasa sudah banyak makan, badanku tak kunjung gemuk juga. Aku juga kesulitan
mencari baju yang cocok denganku. Baju-baju yang dijual di pasar terlalu besar.
Aku sering kedoodran memakainya. Kau tahu, aku jadi mirip layang-layang saat angin
kencang bertiup.”
“Haha…ya tentu saja.
Orang-orang berpikir kau akan terbang dihempas angin jika memakai baju yang
tidak pas ukurannya.”
Si Kurus terkekeh. “Ngomong-ngomong,
mungkin kau perlu obat cacing, Rus. Orang kurus sepertimu bisa jadi model iklan
obat cacing terkenal. Kalau mau laku, aku bisa meminta petugas dinas kesehatan
untuk menambahkan fotomu di pojok banner dengan
tulisan “Berantas Cacingan!”
Sekali lagi, Si Kurus
terkekeh. “Imajinasimu terlalu liar, Muk. Siapa pula yang akan membayar model ‘sapu
lidi’. Aku malah sudah lupa dengan obat cacing. Saat bocah, aku pernah dipaksa
meminumnya. Meski sudah meminumnya, badanku tetap tidak gemuk-gemuk juga.”
Sejenak, suasana menjadi
hening. Desir angin membelai pohon jati yang tumbuh di sepanjang jalan.
Beberapa daun jati tampak berguguran memenuhi ruas-ruas jalan yang berdebu.
“Jadi, semua orang punya
masalahnya masing-masing, Rus?”
“Maksudmu? Dalam hal
apa?”
“Maksudku seperti yang
kita bicarakan barusan, orang gemuk punya masalahnya sendiri, dan orang kurus
juga punya masalahnya sendiri.”
“Ya, tentu saja begitu. Masalah
membuktikan bahwa kita ini hidup. Satu-satunya tempat di dunia yang tidak ada
masalah cuma kuburan.“
Si Gemuk menenggak botol
minuman yang diselipkan di tas kecilnya. Ia menawarkan botol minuman itu pada
Si Kurus.
“Karena hidup ini banyak
masalah, kita dianjurkan untuk saling menolong, bukan saling menghina, mencaci,
dan merendahkan kelemahan masing-masing.”
“Bijak sekali kau, Muk.
Kupikir kau berpikiran sempit seperti orang-orang kebanyakan.”
“Sepertinya mereka perlu
diajar etika dan empati.”
“Menurutku, itu tidak akan
mudah, sampai mereka menyadari kelemahannya sendiri.”
Si Gemuk mengangguk,
mengamini kata-kata Si Kurus. Pasar yang mereka tuju sudah nampak di hadapan
mereka.[]