“Aku takut suatu saat gadget akan menghabisi kemanusiaan kita. “
Jangan-jangan...
Ketika menolong orang,
yang terpikir pertama kali adalah meliputnya, menguploadnya, kemudian mencari
sensasi demi eksistensi, bukan fokus pada aktivitas berbagi.
Jangan-jangan...
Ketika bercakap-cakap,
yang dibicarakan kemudian tidak pernah jelas. Lawan bicara diabaikan dengan
atensi tertuju pada layar gadget. Entah itu wujud kesombongan atau sikap
apatis. Nyatanya, banyak orang modern begitu kok. Anehnya, mereka merasa
hal itu biasa dan baik-baik saja.
Jangan-jangan...
Ketika makan bersama,
hidangan yang tersaji dibiarkan dingin. Semua perhatian tertuju pada gadget,
bukan lantas mengambil sendok dan menikmati hidangan di atas piring.
Beruntunglah, jika tidak ada lalat yang ikut termakan.
Jangan-jangan...
Ketika ada orang
kecelakaan, boro-boro segera menolong—yang ada malah asik memotret korbannya
dulu, baru kemudian menelpon ambulans.
Jangan-jangan...
Ketika ada kebakaran,
yang ditelepon pertama kali bukan pemadam kebakaran, tapi wartawan. Begitu kita
diliput, masuk TV, heboh sekali menguploadnya di youtube. Lumayan, buat
dongkrak popularitas—katanya. Siapa tahu ada produser yang minat terus diajak
main film.
Jangan-jangan...
Kitalah yang menjajah
kemanusiaan kita sendiri. Dengan gadget di tangan, kita justru menggerus
kemanusiaan kita sendiri. Apatis. Skeptis. Mudah terbawa isu. Menganggap apa
yang tertera di gadget adalah kebenaran tunggal.
Jangan-jangan...