Tanggal 7 September 2016 lalu, seorang pemuda misterius
berusia sekitar 30-an tahun diundang di acara Hitam Putih. Dengan
kacamata berbingkai tebal yang menggantung di hidungnya, orang-orang mungkin
akan berpikir pemuda itu adalah sosok inspiratif yang akan berbagi cerita
motivasi tentang kehidupannya—bagaimana ia melalui pahit getirnya hidup sebelum
akhirnya menuai gemilang kesuksesan. Persis seperti halnya tamu-tamu lain yang
biasa diundang di acara Hitam Putih.
Tak dinyana, pemuda tersebut membuat gempar para penonton
dengan pengakuan kontroversialnya, “Saya anak Mario Teguh...”
“(Mario Teguh) yang botak kepalanya?” tanya Deddy
Corbuzier (nama presenter acaranya).
“Ya...tapi nggak sebotak Mas Deddy. Iya Benar,” jawab
pemuda itu setengah bercanda.
“Berarti Anda anak Mario Teguh?” tanya Deddy lagi.
“Ya benar, saya anak Mario Teguh. Sumpah, demi apapun
saya siap,” tegas pemuda itu.
“Anda tidak diakui oleh dia?” Deddy bertanya penuh
selidik.
“Kelihatannya begitu,” jawab pemuda itu.
Deg! Jawaban pemuda bernama Ario Kiswinar itu membuat para
penonton terkejut. Untuk meyakinkan penonton, ia menunjukkan foto-foto masa
kecil bersama Mario Teguh, akta kelahiran, kartu keluarga dan salinan akta
nikah orang tuanya. Menit-menit selanjutnya, Ario membeberkan banyak fakta dan
pengakuan-pengakuan lain yang tidak kalah kontroversial tentang hubungan
dirinya, keluarganya, dan Mario Teguh.
Selain tidak mengakuinya sebagai anak, Ario juga
mengungkapkan bagaimana “jahatnya” Mario Teguh karena tidak sudi memberinya
nafkah sebagai ayah kandung. Ario juga menambahkan dirinya pernah ditelantarkan
Mario Teguh saat meminta bantuan biaya kuliah yang mirisnya tidak dipenuhi oleh
Mario Teguh.
Pengakuan Ario Kiswinar di acara Hitam Putih itu
berbuntut panjang. Pihak Mario Teguh tidak terima dengan pernyataan sepihak
Ario dan cerita pengakuannya. Penanggung jawab acara Hitam Putih juga
turut disalahkan karena telah menyiarkan tayangan langsung (live) tanpa
persetujuan pihak ketiga yang tercatut di dalamnya (Mario Teguh). Kasus ini pun
dibawa ke ranah meja hijau. Dan seperti biasa, media massa kita ramai-ramai
meliput kasus ini seperti sekawanan burung nazar yang mengerumuni onggokan
“bangkai”.
Melihat jalannya kasus ini, tidak heran jika publik
terkejut. Selama ini, publik mengenal Mario Teguh sebagai sosok motivator yang
tidak pernah terkena gosip macam-macam. Publik (terutama yang rutin mengikuti fans
page MarioTeguh) tentu tahu kalau Mario Teguh hanya memiliki seorang istri
bernama Ibu Lina serta dua orang anak, Audrey dan Marco. Jika dilihat dari timeline-nya,
Mario Teguh senantiasa mencitrakan kehidupan keluarganya yang serba bahagia,
sarat pembelajaran dan bisa menjadi teladan bagi keluarga lain yang ingin hidup
damai.
Sementara di layar kaca, Mario Teguh sudah lebih dari satu
dekade membawakan acara bertajuk “Golden Ways”—sebuah acara talkshow yang
sarat motivasi, kata-kata mutiara, dan pesan nasihat bagi para pemirsanya.
Dengan segala reputasi positifnya, pengakuan Ario Kiswinar di acara Hitam
Putih tadi seakan telah menjungkalkan arus opini publik tentang sosok Mario
Teguh.
Saat isu-isu miring semakin kencang beredar, Mario Teguh
diwawancarai secara eksklusif oleh KompasTV. Kesempatan wawancara itu
pun dimanfaatkan Mario Teguh untuk meluruskan isu-isu miring yang beredar.
Dalam wawancara tersebut, Mario Teguh mengakui bahwa Ario Kiswinar memang anak
sahnya berdasarkan akta kelahiran—hasil pernikahannya dengan Bu Ariyani, istri
Mario Teguh sebelumnya.
Mario Teguh mengkonfirmasi adanya masalah pelik di dalam
keluarganya dulu, di mana Mario Teguh mencemburui seorang lelaki yang dianggap
telah berselingkuh dengan istrinya. Mario Teguh hanya menyebut lelaki itu
dengan samaran “Mr. X”—mengingat status Mr.X sebagai seorang yang terpandang
dan cukup berkuasa pada masa itu. Begitu Ario Kiswinar lahir, terdapat banyak
purbasangka soal status anak laki-laki tersebut—apakah ia adalah anak kandung
Mario Teguh atau bukan. Masalah tersebut menyebabkan hancurnya bangunan
kepercayaan dalam biduk rumah tangga Mario Teguh. Ia dan istrinya pun
bercerai.
Mario Teguh juga menuturkan, ketika Ario berusia 17 tahun,
ia pernah meminta Ario untuk melakukan tes DNA. Akan tetapi, permintaan Mario
Teguh itu ditolak mantan istrinya. Sehingga status Ario Kisiwnar pun dibiarkan
tetap abu-abu. Tidak jelas, apakah dia anak kandung Mario Teguh atau bukan.
Bertahun-tahun kemudian, Ario Kiswinar yang telah beranjak
dewasa, mendadak muncul di televisi dan membuat pengakuan mengejutkan.
Sayangnya, sebagian besar isi pengakuan Ario bertolak belakang dengan
pernyataan Mario Teguh yang disiarkan KompasTV sebelumnya. Publik pun
terbelah menjadi pihak pro dan kontra dalam menilai kasus ini.
Pihak yang pro menilai Mario Teguh sedang difitnah dan
“dibunuh” karakternya oleh seseorang yang mendaku sebagai anaknya. Pihak yang
kontra menilai Mario Teguh sudah melakukan “kejahatan” dengan tidak mengakui
Ario Kiswinar sebagai anak kandungnya. Di sisi lain, kuasa hukum Mario Teguh
dan Ario Kiswinar saling melempar opini yang memperkeruh situasi demi
memenangkan kliennya masing-masing.
Demi mengakhiri perdebatan yang terjadi, Mario Teguh dan
Ario Kiswinar sepakat untuk melakukan tes DNA. Tes DNA adalah salah satu sarana
untuk mengetahui kecocokan genealogis yang bisa menunjukkan hubungan orangtua
dan anak kandung. Dari hasil tes DNA tersebut, Ario Kiswinar terbukti sahih sebagai
anak kandung Mario Teguh.
Pihak Ario Kiswinar pun segera menuntut Mario Teguh dengan
tuduhan pencemaran nama baik dan meminta Mario Teguh untuk membuat permohonan
maaf langsung kepada publik. Menurut pihak Ario, Mario Teguh dinilai bersalah
karena tidak mengakuinya sebagai anak dan mencemarkan nama baik ibunya (istri
Mario Teguh sebelumnya) yang dituduh berselingkuh dengan sosok Mr. X.
Hasil tes DNA tersebut juga membuat publik kian meyakini
Mario Teguh adalah pihak yang bersalah. Publik pun mendesak Mario Teguh agar
segera membuat pernyataan dan menyelesaikan segala tuduhan yang ada. Kuasa
hukum Mario Teguh dan Ario Kiswinar masih terus melempar opini pada media.
Namun, entah kenapa kasus ini dibiarkan berlarut-larut di kepolisian. Lebih
dari setahun kasus ini diurus, tapi tidak pernah ada kejelasan baik dari pihak
Mario Teguh maupun Ario Kiswinar tentang ke mana kasus ini bermuara. Per
Agustus 2017, polisi pun menutup kasus ini karena tidak adanya cukup bukti.
* * *
Secara pribadi, kasus ini mengusik saya karena banyaknya plothole
dan adanya penggiringan opini yang mendiskreditkan Mario Teguh. Sebelum tes DNA
itu dilakukan, Mario Teguh menyatakan bahwa Ario Kiswinar adalah anak
kandungnya berdasarkan akta kelahiran. Tidak ada pernyataan Mario teguh yang
berisi sangkalan terhadap status Ario Kiswinar.
Ketika Mario Teguh menjelaskan tentang masalah rumah
tangganya dan membawa-bawa sosok Mr. X., hal itu bisa dipahami sebagai upaya
untuk memperjelas situasi yang sebenarnya terjadi berdasarkan perspektifnya.
Bukan untuk menyudutkan Ario Kiswinar atau mencemarkan nama baik Bu Aryani
sebagai istri Mario Teguh sebelumnya (walau kebenarannya hanya Mario Teguh yang
tahu). Mario Teguh juga sudah aktif mengklarifikasi segala bentuk isu-isu
miring yang beredar melalui fanspage-nya.
Tapi setelah tes DNA keluar, entah bagaimana pemberitaan
media berbelok tajam. Mario Teguh mendadak dipersepsikan sebagai pihak yang
“jahat” karena tidak mengakui anak kandung dan mencemarkan nama baik mantan
istrinya. Publik yang tadinya berada di pihak pro, berubah halauan menjadi
pihak yang kontra, lalu ramai-ramai nyinyir dan menghujat Mario Teguh.
Pemberitaan media memang tidak bisa disalahkan sepenuhnya.
Apalagi dalam dunia infotainment di mana gosip yang menimpa public figure
ternama adalah “ladang bisnis” yang menggiurkan. Dan kita (masyarakat), sebagai
konsumen media merasa baik-baik saja menelan mentah-mentah semua pemberitaan
media betapapun isi berita tidak cover both side.
Di era digital seperti sekarang, arus informasi beredar
tanpa batas. Tidak ada lagi sekat bagi pertukaran informasi antarindividu
maupun antarnegara. Hadirnya internet mempermudah kita untuk mengakses
informasi yang kita butuhkan, baik informasi yang positif maupun negatif, baik
informasi yang valid maupun yang hoaks.
Dalam hal ini, mau tak mau, kitalah yang harus cerdas dalam
memilah informasi karena kitalah konsumen informasi tersebut. Jika kita mudah
mempercayai sebuah informasi tanpa menyaring dan mengklarifikasinya, maka kita
akan mudah terombang-ambing dalam lautan informasi yang malah membingungkan.
Kita akan semakin jauh menemukan kebenaran alih-alih sering merasa paling
benar.
Ketika diri ini merasa paling benar, merasa paling banyak
memiliki informasi, maka yang terjadi selanjutnya hanya perdebatan-perdebatan
sia-sia yang tidak jelas juntrung manfaatnya—apakah yang diperdebatkan ini
penting atau tidak.
Persis seperti kasus Mario Teguh dan Ario Kiswinar tadi.
Dalam perspektif saya, kejelasan kasus mereka berada di ranah abu-abu. Hanya
mereka sendirilah yang paling tahu fakta yang sebenarnya. Hanya Mario Teguh dan
Ario Kiswinarlah yang paling tahu tentang duduk perkara yang sebenarnya.
Titik!
Dan karena kasus ini menyangkut masalah keluarga, maka
semestinya kasus Mario Teguh dan Ario Kiswinar harus dibicarakan di lingkaran
internal keluarga besar mereka sendiri. Tidak perlu sampai dicuatkan ke ranah
publik hingga memicu kegaduhan perdebatan yang tidak ada habis-habisnya.
Lagipula, apa sih manfaatnya kalau kita tahu Mario Teguh
pernah punya anak dari pernikahannys sebelumnya? Seberapa penting kita tahu
aib-aib Mario Teguh? Apakah kita sudah sedemikian muak dengan kata-kata bijak
Mario Teguh? Apakah kita terlalu iri melihat kesuksesannya sebagai motivator?
Apakah kita sebal melihat sosok Mario Teguh yang mungkin di mata kita terlihat
“sok suci”?
Saya tidak sedang memihak Mario Teguh maupun Ario Kiswinar.
Sejak awal kasus ini bergulir, tidak pernah ada kejelasan mana yang fakta dan
mana yang opini media. Sekali lagi, dalam kasus ini, hanya Mario Teguh dan Ario
Kiswinarlah yang paling tahu. Saya hanya sedang menegaskan pentingnya kita
menjadi konsumen media yang cerdas. Jangan mudah tergiring opini media
betapapun banyaknya media yang mengatakan hal serupa. Selalu klarifikasi segala
informasi yang kita peroleh baik dari media massa, internet, atau siapapun.
Karena pada dasarnya segala kasus, peristiwa, atau fenomena
yang terjadi di masyarakat dapat dilihat dan dinilai dari berbagai sudut
pandang. Terkadang nilai kebenaran suatu hal bisa jadi sangat subjektif—tergantung
dari sudut pandang mana yang diambil. Alangkah bijaknya jika sebelum menilai
kebenaran informasi, terlebih dahulu kita tanyakan aspek kebermanfaatan
informasi itu. Lucu sekali jika kita ramai berdebat hanya karena merasa benar
pada suatu hal, sementara apa yang kita debatkan itu sama sekali tidak memberi
manfaat bagi diri kita maupun orang lain.
Beruntungnya kita karena Tuhan hanya memberi kita satu mulut
agar kita belajar untuk tidak banyak ngoceh dan berdebat. Alih-alih
Tuhan memberi kita dua telinga agar kita lebih banyak mendengar dan berpikir
dulu sebelum berbicara.[]