Apakah kerja keras adalah kunci sukses
menuju kekayaan? Tentu saja, YA. Tapi, kerja keras bukan satu-satunya cara.
Ketika kita berbicara tentang
kekayaan, ada banyak faktor yang saling mempengaruhi dan ada lebih banyak sudut
pandang yang bisa dipakai untuk melihatnya. Kita tidak akan sampai pada
pemahaman yang utuh tentang kekayaan jika hanya memakai satu sudut pandang—karena
akan kalian temui banyak pertentangan/kontradiksi setelahnya.
Misalnya, jika saya mengatakan kerja
keras adalah kunci menuju kekayaan, kalian bisa langsung 'menyangkal' dengan
menyodorkan realitas ada banyak orang yang tampak bekerja keras banting-tulang
dari subuh hingga larut malam tapi tidak kunjung kaya. Sementara ada segelintir
orang yang sepertinya malas-malasan, sering bangun kesiangan, kerja sesukanya,
tidak pernah diburu waktu ke kantor, tapi penghasilannya berlipat-lipat digit
nol-nya.
Artinya, kerja keras memang bukanlah
satu-satunya cara untuk menjadi kaya. Kerja keras harus dipahami sebagai sebuah
sikap atau mentalitas yang bisa membuat orang menjadi kaya, bukan sebuah
prasyarat mutlak yang jika dikerjakan akan langsung membuat orang menjadi kaya.
Memang ada orang yang kaya raya meski
tampaknya bekerja biasa-biasa atau malah terkesan malas-malasan. Tapi, ada
lebih banyak orang yang menjadi kaya karena KERJA KERAS—yang telah dilakukannya
sebelumnya. Hal terakhir inilah yang sering luput dari perhatian kita.
Kita tidak pernah benar-benar
mengikuti perjalanan hidup Si Kaya itu. Kita hanya bisa melihat sisi luar
kekayaannya saja. Mungkin dari megah rumahnya, banyak mobilnya, meriah
pestanya, frekuensi liburannya, bagus bajunya, montok anak-anaknya, atau
atribut kemakmuran lain yang kasat mata.
Kita mungkin mengabaikan fakta, bahwa
dulunya, Si Kaya itu juga pernah mengalami fase kerja keras banting-tulang dari
pagi hingga malam, sebelum sukses meraih kekayaannya saat ini. Kita hanya
tertarik melihat produk akhir kekayaannya, tapi mengabaikan serangkaian proses
yang mendahuluinya.
Orang kaya yang memiliki mentalitas
kerja keras, akan lebih survive menghadapi perubahan zaman dibanding orang kaya
yang malas, yang hanya mengandalkan warisan, keberuntungan, atau ketergantungan
pada keahlian orang lain.
Sebagai contoh, ada dua karyawan yang
bekerja di sebuah biro jasa wisata, karyawan A dan karyawan B. Keduanya
sama-sama memperoleh gaji yang besar karena biro jasa wisata tempat mereka
bekerja sangat laris.
Bedanya, karyawan A memiliki keahlian
yang lebih unggul dibandingkan karyawan B. Karyawan A juga selalu bekerja keras
dan meningkatkan skill-nya dibanding karyawan B yang lebih suka malas-malasan
dan bekerja seenaknya. Karyawan B merasa aman dari pemecatan karena pimpinan
biro jasa wisata itu masih terhitung saudara ayahnya.
Tiba-tiba, datanglah pandemi COVID-19.
Pemerintah memberlakukan pembatasan perjalanan dan lockdown. Mobilitas
masyarakat menjadi berkurang. Kegiatan pariwisata lokal dan internasional pun
lumpuh seketika.
Biro jasa wisata tadi juga terkena
imbasnya lalu mengalami kebangkrutan. Pimpinan biro yang masih saudara ayah
karyawan B tidak bisa melakukan apa-apa untuk menyelamatkan bisnisnya. Karyawan
A dan karyawan B pun sama-sama kehilangan pekerjaannya.
Di tengah-tengah krisis akibat
pandemi, karyawan A menggunakan keahliannya untuk membuka bisnis sendiri dari
rumah. Awalnya memang tidak mudah. Tapi, dengan mentalitas kerja keras yang
dimiliki, karyawan A sukses membuat bisnisnya berkembang dan membuat
kekayaannya bertahan.
Berbeda dengan karyawan B yang gemar
bekerja seenaknya. Karena selama ini kekayaannya tidak ditopang oleh keahlian
yang cukup, ditambah lagi pendapatannya tertolong oleh unsur
nepotisme/ketergantungan pada orang lain, karyawan B kesulitan untuk tetap
bertahan di tengah krisis. Mentalitas karyawan B yang enggan bekerja keras,
memperkeruh krisis yang dialaminya. Ia pun kesulitan untuk mempertahankan
kekayaannya.
Ilustrasi cerita ini hanya gambaran
untuk menunjukkan bahwa JANGAN PERNAH MEREMEHKAN KERJA KERAS SIAPAPUN.
Kerja keras memang bukan satu-satunya
kunci dan syarat penentu kekayaan. Tapi orang kaya yang tetap mau bekerja
keras, lebih mungkin mempertahankan kekayaannya di tengah perubahan zaman yang
bagaimanapun juga.
Lebih-lebih, bagi mereka yang merasa
belum kaya—kerja keras adalah pilihan paling realistis agar selangkah lebih
dekat menuju kekayaan. Kerja keras saja memang belum tentu akan membawa kita
pada raihan kekayaan tertentu. Tapi, kerja keras adalah sikap yang jauh lebih
terhormat daripada bermalas-malasan.
Terlepas dari semua itu, tidaklah
bijak jika kita selalu mengukur nilai kerja keras dari raihan materi atau
kekayaan semata. Tidak adil jika kita memandang mereka yang berhasil
mengumpulkan lebih banyak uang sebagai orang yang lebih mulia kerja kerasnya.
Sementara mereka yang mendapat lebih sedikit uang—meski telah gigih bekerja
keras—kita anggap remeh tanpa penghargaan apapun.
Pasti ada balasan terbaik bagi orang-orang yang tetap gigih bekerja keras meski imbal materi yang diterimanya belum sesuai ekspektasi matematisnya. Tentunya, selama kerja keras itu bertujuan positif, ditempuh dengan cara-cara yang baik, dan dilakukan dengan sepenuh keikhlasan.
Semesta menjadi saksi bagi manusia-manusia yang tetap ikhlas bekerja keras. Dan biarkan Tuhan Yang Maha Pemurah yang memberi ganjaran terbaik bagi mereka.[]
-backdate-