Saturday, October 5, 2024

Bisnis Humanis di Bengkel Mobil


Ada sebuah bengkel mobil, sebut saja bengkel Mas Takur. Bengkel ini masih baru, tapi sudah ramai pelanggannya.Mas Takur selaku pemilik bengkel masih muda. Ia bekerja bersama 4 karyawannya.

Meski memiliki karyawan, Mas Takur selalu terlihat di bengkel. Ia bukan tipe bos yang “cuma nyuruh”. Sebisa mungkin, Mas Takur selalu membantu mengerjakan order pelanggannya.

Sekali waktu, anak Pak Takur datang ke bengkel. Usianya sekitar 4 tahun. Pak Takur tidak menyuruh anaknya pergi. Ia malah membiarkan anaknya membantu karyawannya mencuci mobil pelanggan. Namanya juga anak-anak. Daripada bermain seenaknya, lebih baik “bermain” sambil melatih mental bekerja—mungkin begitu pikir Mas Takur.

Bengkel Mas Takur enggan menggetok harga. Ia selalu transparan jika ditanya soal harga. Pelanggan bisa mengkontak Mas Takur untuk mendiskusikan perkiraan ongkosnya sebelum datang ke bengkelnya. Jika pelanggan membutuhkan servis lain, Mas Takur tidak ragu merekomendasikan bengkel lain yang lebih ahli.

Tidak heran jika bengkel Mas Takur cepat ramai. Pelayanan dan perhatiannya pada kepuasan pelanggan selalu diutamakan. Mas Takur juga sportif. Jika bengkelnya tidak mampu menangani, ia berani merekomendasikan bengkel lain. Mas Takur seperti tidak takut kehilangan pelanggan. Ia hanya fokus membantu dan mempermudah urusan pelanggannya.

Dalam dunia bisnis yang kompetitif, “monopoli” adalah target penting. Ketika suatu bisnis bisa mendominasi pasar dan aliran modal, mereka bisa terus memperbanyak profit. Sayangnya, mindset mengejar profit dan hasrat memonopoli seringkali tidak diimbangi dengan perbaikan pelayanan.

Banyak pebisnis yang pandai menekan harga, tapi tidak tahu cara melayani pelanggan. Banyak pula pebisnis yang cerdas membuat produk, tapi rajin menggetok harga.

Dunia bisnis memang penuh spekulasi dan fluktuasi. Hari ini, orderan bisa ramai. Di hari lain, orderan bisa sepi. Segala barang/jasa yang dapat mempermudah urusan konsumen dan membantu mengatasi kesulitannya akan selalu dicari. Kualitas layanan demi kepuasan pelanggan—seperti yang ditunjukkan Mas Takur—adalah Kartu As yang bisa menjaga kelangsungan bisnis.

Selain itu, bengkel Mas Takur juga mengajarkan pentingnya menjadi boss tanpa mental “bossy”. Pemilik bisnis yang tidak malu bekerja bersama karyawannya, tentu lebih disenangi daripada pemilik bisnis yang kerjanya menyuruh-nyuruh.

Bukan berarti semua pemilik bisnis harus ikut bekerja di lapangan. Poin pentingnya adalah perhatian dan penghargaan pemilik bisnis pada karyawan. Dua hal tersebut bisa berdampak positif bagi produktivitas kerja karyawan.

Dunia bisnis memang penuh spekulasi dan fluktuasi. Meski begitu, bisnis yang humanis, yang berorientasi pada kepuasan pelanggan dan karyawan, lebih berpeluang untuk bertahan dan berkembang.

Bisnis yang humanis tidak berhulu dari hasrat kapitalis. Ia berangkat dari keyakinan bahwa profit selalu bisa diraih dengan jalan memanusiakan manusia—alih-alih mengeksploitasinya. Masyarakat kita membutuhkan lebih banyak bisnis yang humanis agar perekonomian terhindar dari krisis. Dari bengkel Mas Takur, saya mulai memahami pelajaran penting ini.[]


-backdate-

October 05, 2024Benny Prastawa