Ada sebuah bengkel mobil, sebut saja bengkel Mas Takur.
Bengkel ini masih baru, tapi sudah ramai pelanggannya.Mas Takur selaku pemilik
bengkel masih muda. Ia bekerja bersama 4 karyawannya.
Meski memiliki karyawan, Mas Takur selalu terlihat
di bengkel. Ia bukan tipe bos yang “cuma nyuruh”. Sebisa mungkin, Mas Takur selalu
membantu mengerjakan order pelanggannya.
Sekali waktu, anak Pak Takur datang ke bengkel. Usianya
sekitar 4 tahun. Pak Takur tidak menyuruh anaknya pergi. Ia malah membiarkan
anaknya membantu karyawannya mencuci mobil pelanggan. Namanya juga anak-anak.
Daripada bermain seenaknya, lebih baik “bermain” sambil melatih mental
bekerja—mungkin begitu pikir Mas Takur.
Bengkel Mas Takur enggan menggetok harga. Ia
selalu transparan jika ditanya soal harga. Pelanggan bisa mengkontak Mas Takur
untuk mendiskusikan perkiraan ongkosnya sebelum datang ke bengkelnya. Jika
pelanggan membutuhkan servis lain, Mas Takur tidak ragu merekomendasikan
bengkel lain yang lebih ahli.
Tidak heran jika bengkel Mas Takur cepat ramai.
Pelayanan dan perhatiannya pada kepuasan pelanggan selalu diutamakan. Mas Takur
juga sportif. Jika bengkelnya tidak mampu menangani, ia berani merekomendasikan
bengkel lain. Mas Takur seperti tidak takut kehilangan pelanggan. Ia hanya fokus
membantu dan mempermudah urusan pelanggannya.
Dalam dunia bisnis yang kompetitif, “monopoli”
adalah target penting. Ketika suatu bisnis bisa mendominasi pasar dan aliran
modal, mereka bisa terus memperbanyak profit. Sayangnya, mindset mengejar
profit dan hasrat memonopoli seringkali tidak diimbangi dengan perbaikan
pelayanan.
Banyak pebisnis yang pandai menekan harga, tapi tidak
tahu cara melayani pelanggan. Banyak pula pebisnis yang cerdas membuat produk,
tapi rajin menggetok harga.
Dunia bisnis memang penuh spekulasi dan fluktuasi.
Hari ini, orderan bisa ramai. Di hari lain, orderan bisa sepi. Segala
barang/jasa yang dapat mempermudah urusan konsumen dan membantu mengatasi
kesulitannya akan selalu dicari. Kualitas layanan demi kepuasan pelanggan—seperti
yang ditunjukkan Mas Takur—adalah Kartu As yang bisa menjaga kelangsungan
bisnis.
Selain itu, bengkel Mas Takur juga mengajarkan
pentingnya menjadi boss tanpa mental “bossy”. Pemilik bisnis yang tidak
malu bekerja bersama karyawannya, tentu lebih disenangi daripada pemilik bisnis
yang kerjanya menyuruh-nyuruh.
Bukan berarti semua pemilik bisnis harus ikut
bekerja di lapangan. Poin pentingnya adalah perhatian dan penghargaan pemilik
bisnis pada karyawan. Dua hal tersebut bisa berdampak positif bagi
produktivitas kerja karyawan.
Dunia bisnis memang penuh spekulasi dan fluktuasi.
Meski begitu, bisnis yang humanis, yang berorientasi pada kepuasan pelanggan
dan karyawan, lebih berpeluang untuk bertahan dan berkembang.
Bisnis yang humanis tidak berhulu dari hasrat kapitalis. Ia berangkat
dari keyakinan bahwa profit selalu bisa diraih dengan jalan memanusiakan
manusia—alih-alih mengeksploitasinya. Masyarakat kita membutuhkan lebih banyak
bisnis yang humanis agar perekonomian terhindar dari krisis. Dari bengkel Mas
Takur, saya mulai memahami pelajaran penting ini.[]
-backdate-