Sejak awal tujuan saya ngeblog adalah untuk menjaga kadar
kewarasan nalar saya. Memang ada masa-masa di mana saya terbesit untuk ngeblog
demi popularitas, demi traffic, demi mengatrol jumlah pageviews, sampai
berharap bisa lolos adsense. Tapi semua itu mentah. Dengan motivasi yang
muluk-muluk seperti itu, saya malah mandeg, dan sulit sekali menelurkan artikel
di blog.
Blog pertama yang saya garap serius adalah buah pelarian saya dari
tekanan skripsi yang tak kunjung kelar. Lewat blog itu, saya tumpahkan semua
uneg-uneg yang berjejalan di otak. Saya bebaskan jari saya mengetik apapun yang
mengganjal benak, sambil terus menyemangati diri agar tidak menyerah menghadapi
ujian hidup.
Saya menulis topik apapun, tentang sekolah, tentang masa kecil,
tentang agama, tentang pilihan hidup, sampai masalah psikis gara-gara skripsi.
Dengan cara itu, saya lebih mudah menelurkan tulisan, meski dengan tata bahasa
yang lumayan semrawut. Blog pertama saya pun tidak jelas juntrungnya karena
tidak membahas satu topik secara spesifik. Gado-gado, dan (harus diakui) kurang
enak dibaca karena kualitas tulisan yang asal jadi, ecek-ecek, dan penuh typo
di mana-mana.
Meski begitu, berkat blog tersebut saya berhasil mengurai sebagian
beban psikis dan menangkal perasaan tertekan karena rasa cemas dan takut. Dalam
hal ini, saya tidak main-main. Menulis adalah cara paling ampuh untuk
mengurangi masalah psikis. Bahkan mendiang B.J. Habibie pun pernah menulis
hanya untuk meredakan kesedihannya setelah istrinya meninggal dunia.
. . .
Jadi, konyol sekali jika ada yang berpikir saya ngeblog demi
mencari teman baru apalagi sampai mencari kenalan perempuan. Demi Tuhan,
saya sudah memiliki seorang putra dan satu-satunya yang saya pikirkan sekarang
adalah apa yang akan saya wariskan padanya setelah saya meninggal nanti.
Memikirkan itu saja saya sudah pusing, boro-boro menulis di blog hanya demi
tujuan receh, seperti mencari kenalan perempuan.
Karena itu, seiring bertambahnya usia, saya harus sadar diri.
Jatah hidup di dunia ini tidaklah lama, apalagi setelah dikurangi 8 jam per
hari hanya untuk istirahat (tidur). Malang sekali jika ketika saya meninggal,
putra saya hanya menghadiri upacara pemakaman, berkirim doa, tahlilan, lalu
habis perkara. Malang sekali jika yang tersisa sepeninggal saya hanya kumpulan
foto dan video keluarga yang boleh jadi hanya akan menambah duka ketika dibuka.
Saya ingin orang tahu (terutama putra saya) tentang sejarah dan idealisme hidup
yang ingin saya wujudkan dalam hidup ini.
Saya juga ingin putra saya memahami pemikiran saya, sedemikian
hingga dia menyadari apa yang saya harapkan darinya dan bagaimana dia akan
mandiri dalam menghadapi permasalahan hidupnya sendiri secara bijaksana.
Jasad saya boleh jadi sudah membusuk di tanah, tapi pemikiran saya
bisa tetap dibaca oleh putra saya yang akan hidup di era serba digital. Karena
saya bukan penulis yang bisa produktif menerbitkan buku, menulis di blog adalah
cara termudah untuk mendokumentasikan ide tanpa khawatir ditolak editor. Dan
karena tulisan tangan saya boleh jadi malas terbaca dan rentan rusak, menulis
di blog adalah alternatif terbaik untuk menjaga tulisan saya tetap eksis selama
Google tidak menutup blogger.com
Meski terdengar idealis, saya berharap catatan ini bisa
mengklarifikasi segala bentuk prasangka dan fitnah tentang tujuan saya membuat
blog.[]