Saturday, November 10, 2018

Game Legendaris Satu-Satunya (2)

*Tulisan ini adalah lanjutan artikel sebelumnya di sini.

Master League adalah salah satu pilihan kompetisi dalam game Winning Eleven. Dalam Master League, kita bisa membangun sendiri sebuah klub sepakbola dengan pemain-pemain yang kita kumpulkan dari seluruh dunia. Secara berkala, pemain-pemain kita akan berkembang dan mengalami peningkatan skill seiring dengan pertambahan usia atau seberapa sering kita memainkan mereka. Dalam Master League, kita juga bertanggung jawab untuk mengelola keuangan klub. Kita tidak boleh sembarangan membelanjakan uang klub untuk membeli banyak pemain top sekaligus karena bisa mengakibatkan klub bangkrut (GAME OVER).

Di sinilah letak candu dan klimaks keseruan bermain Master League. Setiap kali musim transfer tiba, kita akan sibuk mencari dan merekrut pemain-pemain baru yang memiliki potensi untuk berkembang. Jika uang klub kita melimpah, kita bisa langsung merekrut pemain-pemain ber-skill top. Tapi jika uang klub terbatas, kita harus membidik pemain berharga murah yang bisa dipoles menjadi pemain berkualitas.

Saya dan Budi telah menghabiskan ratusan jam bersama dan melewati belasan musim kompetisi untuk bermain Master League. Berbagai masalah konyol telah kami lalui seperti salah menyimpan data, kehilangan data karena mati listrik sampai saling ngambek karena gol bunuh diri. Bagi kami berdua, ada kesenangan tersendiri ketika kami bisa merekrut pemain idola kami ke dalam klub yang kami mainkan. Ada pula jenis kesenangan lain yang kami rasakan ketika berhasil mengembangkan skill pemain, dari pemain yang mulanya ber-skill payah menjadi pemain top dengan skill level dewa. Meski sering dicibir karena cuma bisa bermain Winning Eleven, saya dan Budi tetap konsisten meneruskan permainan Master League.

Sering berjalannya waktu, saya tidak lagi intens bermain PS2 dengan Budi. Setelah lulus dari SMP, saya dan Budi melanjutkan studi di sekolah yang berbeda. Kami hanya sesekali main bareng jika sedang senggang, walau tidak seintens ketika masih menjadi teman sekelas. Klub kami di Master League yang telah kami jalankan selama belasan musim pun terbengkalai. Jika kebetulan kami bermain bareng, saya dan Budi lebih senang bertanding daripada bekerjasama melanjutkan Master League. Meski begitu, bagi saya pribadi, kompetisi Master League dalam game Winning Eleven telah menjadi candu yang kesenangannya sulit dienyahkan.

Candu ini pun berlanjut bahkan sampai saya kuliah. Bermodal sebuah kartu memori, saya bertualang ke berbagai tempat rental PS2 di sekitar kampus sekedar untuk menuntaskan hasrat saya bermain Master League. Seperti yang saya jelaskan tadi, ada kesenangan tersendiri ketika saya mendapati pemain-pemain di klub saya berkembang menjadi pemain top. Saya juga dikejar rasa penasaran untuk terus berburu pemain-pemain berbakat saat musim transfer dibuka. Hanya saja, saya mulai bosan dan kewalahan jika harus pergi ke tempat rental setiap kali ingin bermain Winning Eleven. Belum lagi jika mengingat biaya sampingan yang harus saya bayar untuk setap jam bermain di tempat rental. Saya sempat berpikir utnuk membeli konsol PS2 sendiri, tapi saya terlalu malas untuk menabung demi benda semacam itu. Saya pun memutuskan untuk berhenti bermain Master League di tempat rental.

Sampai suatu kali, secara tidak sengaja, saya mendapati file game Pro Evolutin Soccer 6 (PES6) dari situs Indowebster. PES6 sendiri merupakan salah satu game sepakbola seperti halnya Winning Eleven yang sama-sama dibuat oleh KONAMI. Jika Winning Eleven didesain khusus untuk konsol Playstation, maka PES didesain untuk lebih multi platform. Ada PES versi PC, smartphone, dan versi Playstation. Begitu mendapati file PES6, saya pun langsung mendownload dan menginstallnya. Ukuran file yang tidak terlalu besar (tidak sampai 100MB), memudahkan proses instalasi di laptop saya yang spesifikasinya tidak terlalu mewah.

Voila! Tanpa perlu mahal-mahal membeli konsol Playstation 2, sebuah game sepakbola bisa saya nikmati di laptop. Yang paling menggembirakan, tampilan grafis dan gameplay PES6 sangat mirip dengan Winning Eleven favorit saya. Begitu pula dengan kompetisi Master League-nya. Tanpa butuh waktu lama, saya pun segera membeli sebuah stik USB dan mulai memainkan game PES6. Saya merasa sangat beruntung bisa melanjutkan candu saya—membuat klub virtual di kompetisi Master League.

Saya menyadari, ada banyak game lain yang lebih populer dan sering disebut berkelas dibandingkan sekedar game sepakbola, sebut saja Ragnarok, Point Blank, Grand Thief Auto (GTA), Tekken, DOTA, dan Need for Speed. Tetapi, bagi saya, Winning Eleven tetap menjadi game sepakbola paling legendaris yang pernah saya mainkan. Kesederhanaannyalah yang membuat saya begitu menggandrungi Winning Eleven. Meski terlalu jadul dan kalah kelas dibanding game sepakbola kekinian seperti PES2018 atau FIFA2018, saya tetap tidak akan berpaling dan tetap menjadikan Winning Eleven sebagai game sepakbola legendaris. Dan PES6 di laptop saya telah banyak membantu menghadirkan sensasi nostalgia dan gelontoran adrenalin mencetak gol sambil bersabar membangun klub di Master League—kesenangan yang sama seperti ketika bermain Winning Eleven semasa bocah.[]
November 10, 2018Benny Prastawa