Sebenarnya, ini cerita lama. Dongeng klasik yang telah diceritakan turun-temurun, hingga keponakan kalian yang masih Balita bisa menebak endingnya. Cerita ini bermula dari seorang ‘kembang’ desa bernama Belle (baca "Bel"). Namanya juga kembang desa, Belle digambarkan sebagai perempuan cantik bertubuh sintal dengan berat badan proporsional. Tidak heran jika Emma Watson terpilih memerankan karakter si kembang desa. Meski sejujurnya, film ini jauh lebih mirip “Hermione Granger”-nya Harry Potter yang sedang kesasar di film Disney.
Suasana desa tempat Belle berada sangat asri. Meski begitu, penduduk desa itu kurang terpelajar dan buta huruf. Pekerjaan sehari-hari masyarakat desa adalah bertani dan beternak. Tidak mengherankan jika adegan pertama film ini sangat cocok dengan sesi joget massal yang diiringi lagu “Anak Gembala” milik Tasya.
Belle
tinggal bersama ayahnya—Pak Maunasi (atau "Maurice" dalam
bahasa Inggris), seorang tukang jam “sia-sia” yang entah darimana ia
mendapatkan uang. Dibilang sia-sia karena konyolnya, tidak ada seorang pun di
film itu yang terlihat memakai jam. Meski tinggal di sebuah desa kecil
yang miskin dan serba terbelakang, Belle adalah seorang kutu buku (persis
seperti Hermione di film Hary Potter). Ia sering menghabiskan waktunya untuk
membaca buku-buku cerita di sebuah “PEPES” (perpustakaan desa) miskin yang
koleksi bukunya kurang dari selusin.
Suatu
hari datanglah seorang pemburu nan gagah bernama Gaspol (nama aslinya sih
Gaston, tapi malah membuatku kebayang Julia Perez). Seperti namanya, Gaspol
adalah seorang veteran perang suku yang banting profesi menjadi penjual gas.
Kebetulan desa tempat Belle berada masih memakai kompor minyak. Belum ada satu
pun warga yang memakai gas di desa itu. Karenanya, Gaspol mendapat tugas dari
Dinas Sosial untuk mensosialisasikan penggunaan gas elpiji untuk keperluan
dapur di desa Belle.
Sebelum berangkat, Gaspol memakai teropongnya untuk melihat-lihat suasana desa. Ia melihat suasana desa itu masih sangat asri meski asap dari kompor minyak mengepul di sana sini. Ketika ia memutar lensa teropongnya, "Oh!" mendadak Gaspol ngiler melihat Belle yang sedang menjemur daleman. Otak nakalnya bereaksi setelah melihat jemuran BH Belle yang berlabel “dobel XL”. Ia pun memutuskan untuk melamar Belle saat itu juga.
Sepanjang
perjalanan, aroma bawang dari baju Gaspol membius gadis-gadis desa. Kegagahan
Gaspol membuat para gadis desa itu kelojotan sambil menggelinjang, persis
seperti jentik nyamuk di bak mandi. Setibanya di desa, Gaspol langsung
mendatangi rumah Belle. Tanpa babibu, ia pun segera mengutarakan isi hatinya
pada Belle.
“Bel, lu
cantik banget sih! Gue mau kawin sama elu. Lu mau nggak kawin sama gue?” Gaspol
ngomong sambil garuk-garuk kolor. Secara refleks, Belle pun mengeluarkan
sepucuk tongkat hitam dari balik bajunya.
“AVADA
KEDAVRA!”
Gaspol
terpental jauh, hingga terperosok masuk ke kandang ayam. Belle beringsut masuk
dan mengunci pintu rumahnya. “Dasar cowok mesum!” batin Belle
Alkisah
setelah kejadian dengan Gaspol, Pak Maunasi (Ayah Belle) diceritakan tersesat
di Hutan Terlarang. Badai salju turun dengan deras. Dari kejauhan, Pak Maunasi
mendengar lolongan serigala. Bulu kuduknya pun meremang.
“Buset,
sinetron GGS udah go international. Syutingnya sampai ke luar negeri,” gumam
Pak Maunasi menenangkan diri. Belum sampai semenit, tiba-tiba, dari
semak-semak, sekawanan serigala muncul. Sekawanan serigala itu berusaha
mengejar kereta kuda yang dikendarai Pak Maunasi. Malang baginya, ikatan tali
kudanya terlepas. Pak Maunasi pun terpelanting dari kereta kudanya. Bersamaan
dengan itu, kawanan serigala sudah bersiap menerkam Pak Maunasi.
Sejurus
kemudian, sesosok makhluk tinggi besar datang entah dari mana. Dari sela-sela
bibirnya tampak sepasang taring meyeringai lengkap dengan tanduk yang menancap
kokoh di kepalanya. Makhluk itu menghajar para serigala dengan membabi buta.
Selesai
menghajar serigala, makhluk bertanduk itu kemudian mendatangi Pak Maunasi.
Temaram sinar bulan membuat Pak Maunasi dapat melihat sosok itu dengan jelas.
Tinggi, besar, bertanduk, berbulu lebat dengan muka mirip kambing. Pak Maunasi
pun tergeletak tak sadarkan diri.
Di desa,
Belle mulai mengkhawatirkan ayahnya yang belum pulang semalaman. Berkali-kali
ia melongok beranda rumahnya, berharap ayahnya segera muncul dari balik pintu.
Ketika ia kembali menengok beranda rumah, dilihatnya kuda ayahnya ketakutan
sambil menenggak air banyak-banyak. Setelah cukup tenang, Belle meminta kuda
itu untuk mengantarkannya ke tempat ayahnya.
Tak lama
berselang, Belle berhenti di depan sebuah kastil. Kastil itu sangat tinggi,
berwarna kehitam-hitaman—membuat Belle serasa kembali ke sekolah Hogwart.
Begitu memasuki gerbangnya, Belle mendapati ayahnya sedang makan pagi.
“Pak,
kamu ngapain di sini?” tanya Belle.
“Ah, Belle, ayok sini, makan-makan bareng Bapak. Yang punya kastil ini baik banget. Ini Bapak sampai dibikinin sarapan.
Alis Belle terangkat. Semalaman ia mengkhawatirkan bapaknya, eh, tahu-tahu si Bapak sudah duduk manis menikmati sarapan pagi. Belum selesai keheranannya, Bella dikejutkan dengan kedatangan pemilik kastil itu.
“WEDHUUUUUSSSSS.....!!!!”
Bell berteriak histeris melihat wujud si pemilik kastil.
“Eh, tenang Neng. Kenalin, Gue Pangeran Kambing.”
Makhluk
bertanduk itu mendekati Belle. Belle sedikit takut. Ia pun mengambil tongkat
sihirnya untuk berjaga-jaga.
“Jangan deket-deket lu. Mau lu apain bokap gue?”
“Jangan
salah paham, Belle. Justru Pangeran Kambing ini sudah nyelametin Bapak dari
kawanan serigala. Semalam Bapak hampir jadi mangsa serigala. Untung Pangeran
Kambing datang dan mengusir kawanan serigala itu.” Pak Maunasi menceritakan
kejadian semalam.
“Betul
itu. Maaf kalo penampilan gue nyeremin. Gue ini sebenernya Pangeran Tampan yang
dikutuk gara-gara suka ngelike instagramnya Mimi Peri.”
“What??!!”
Belle terbelalak.
“Sekarang
gue tahu kesalahan gue. Gue udah insap. Gue tahu gue salah. Tapi itu dulu.
Sekarang gue udah berubah kok. Gue cuma lagi nunggu orang yang tepat yang bakal
mencintai gue apa adanya. Dengan begitu, kutukan gue bisa terlepas dan gue bisa
balik lagi jadi Pangeran Tampan,” kata Pangeran Kambing sambil mengelus
jenggot.
“Kamu
dengar kan Belle. Bapak juga yakin dia pria baik-baik. Kamu bakalan cocok sama
dia, Belle” Pak Maunasi kembali membujuk putrinya agar mau menikahi Pangeran
Kambing.
“Aku
masih waras Pak. Masak mau nikah sama Kambing? Kalo Belle nikahin dia, anak
Belle nanti kayak apa? Jangan-jangan Belle beranak sapi, ato malah beranak
tuyul!? Iihh....serem!”
BLAARRR....!!!
Pintu
gerbang kastil itu pecah berkeping-keping. Dua sosok manusia tampak berjingkat
memasuki kastil. Salah seorang dari dua sosok misterius itu berteriak lantang.
“Ah,
rupanya lo di sini, Belle. Masih inget gue kan Belle? Gaspol ganteng nan keceh
ini berdiri di sini menuntut keadilan cinta. Hahaha....” Gaspol terbahak-bahak
sambil ngangkang berkacak pinggang. Agaknya, Gaspol masih menaruh dendam dengan
penolakan Belle tempo hari.
Di sebelah Gaspol berdiri seorang dukun aliran hitam bernama Mbah Voldemort. Mbah Voldemort terkenal sebagai dukun paling sakti mandraguna di desanya. Sambil terkekeh, Mbah Voldemort mengusap-usap kepala botaknya. Baju hitamnya yang agak dekil berkibar-kibar tertiup angin, menyebarkan aroma dupa bercampur menyan yang khas.
“Seperti
kata peribahasa, 'cinta ditolak dukun bertindak'. Dan kayak yang lo
lihat, kali ini gue udah minta bantuan Mbah Voldermort buat ngerampungin urusan
kita. Hahaha....” Gaspol mangap-mangap tertawa sambil menebar aroma jengkol ke
segala penjuru. Belle dan Pak Maunasi sampai ingin muntah.
“Tidak
usah buang waktu lagi. Mbah, singkirkan wanita jalang itu sekarang!” perintah
Gaspol.
“Sendiko
dhawuh!” Mbah Voldemort merapal jampi-jampi gaib. Tubuhnya mulai
melayang-layang. Dalam sekejap ia sudah menapak udara menuju tempat Belle
berdiri.
Belum
sempat menyentuh Belle, dengan sigap Pangeran Kambing menghadang Mbah
Voldemort. “Nggak bakal gue biarin lo nyentuh Belle. Langkahin dulu mayat
gue, Mbah!”
Pangeran
Kambing dan Mbah Voldemort terlibat pertarungan sengit. Keduanya saling beradu
mantra kutukan. Percikan-percikan mantra membuat ledakan yang menggetarkan
kastil itu. Pertempuran keduanya tidak jauh beda dengan duel Goku vs Bejita di
serial Dragon Ball. Sementara dua makhluk sakti itu berduel, Belle dan Bapaknya
beringsut mencari tempat perlindungan di balik tembok. Sambil ngemil kacang dan
makan pisang, Belle dan Bapaknya menonton duel Pangeran Kambing dan Mbah
Voldemort.
Pangeran
Kambing menyerang dengan membabi buta. Mbah Voldemort kewalahan. Jurus
andalan pun dilayangkan. Pangeran Kambing terpelanting jatuh terkena mantra
Mbah Voldemort. Ia mulai terdesak. Mbah Voldemort bersiap merapal mantra
kutukan terakhir untuk menghabisi Pangeran Kambing.
Sebuah bola api berpijar dari tongkat sihir Mbah Voldemort. Sambil komat-kamit Mbah Voldemort menembakkan bola api itu ke arah Pangeran Kambing. Dengan kekuatan terakhir, Pangeran Kambing berusaha menghindar. Diambilnya seonggok cermin yang ada di sebelahnya. Bola api itu memantul cermin dan berbalik mengenai Mbah Voldemort. Tubuh Mbah Voldemort terhampas dan tak bergerak lagi. Melihat jagoannya kalah, Gaspol yang sedari tadi berdiri di sudut kastil memilih lari pontang-panting, kabur.
Setelah
dirasa aman, Belle segera berlari menghampiri Pangeran Kambing yang tergeletak.
Tubuh Pangeran Kambing terluka di sana sini. Napasnya terengah-engah. Belle
sempat berpikir memberinya napas buatan, tapi urung karena bau prengus Pangeran
Kambing tak tertahankan lagi.
Belle
merasa tidak akan bertemu Pangeran Kambing lagi. Belle mulai terisak. Air
matanya memabasahi pelupuk matanya. “Mbing...jangan mati dulu dong. Gue nggak
nyangka kalo lo bisa seberani ini. Gue terlalu menilai lo dari fisik semata.
Sekarang gue sadar kalo cinta itu nggak melulu soal fisik. Lo udah nyadarin
gue, Mbing.”
Pangeran
Kambing hanya tersenyum mendengar kata-kata Belle. Tubuhnya tetap tidak
bergerak. Belle pun mendekap tubuh Pangeran Kambing yang sekarat.
“Mbing...Nggak
apa-apa kalo nanti gue kawin sama lo. Gue rela gue beranak sapi, kambing, atau
unta sekalian. Yang penting gue dapet suami yang bisa ngelindungin gue, yang
baik hati, dan gagah berani kayak lo. Gue cinta sama lo, Mbing...” suara Belle
semakin parau, terisak.
CLING......
Seberkas
sinar keemasan berpendar menyelimuti tubuh Pangeran Kambing yang tergolek
lemas. Belle beringsut mundur, menatap bingung sekitarnya. Sinar keemasan itu
semakin membesar dan menutupi seluruh tubuh Pangeran Kambing. Kemudian
mengangkatnya melayang di langit-langit kastil.
Setelah
sinar keemasan itu lenyap, Pangeran Kambing telah berubah menjadi sesosok
Pangeran Tampan. Tanduk dan bulu lebatnya sudah hilang seperti baru
di-Gillette. Belle hanya bisa ternganga melihat ketampanan Pangeran Kambing
yang telah berubah wujud itu. Ternyata, ungkapan cinta yang tulus dari Belle
telah berhasil melenyapkan kutukan Pangeran Kambing. Pangeran Kambing pun
kembali ke wujud aslinya yang tampan dan gagah perkasa.
Akhirnya,
Belle, Si Kembang Desa dan Si Kambing, eh, Sang Pangeran Tampan pun, menikah.
Mereka pun hidup bahagia selama-lamanya. Dan film pun ditutup dengan lagu
“Kemesraan”-nya Dewi Yul, diiring dengan joget India oleh para pemeran-pemeran
film tersebut.